Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal mendalami dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara dugaan gratifikasi yang menjerat Maryono, eks Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN).

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Ardiansyah mengatakan, pihak-pihak yang masuk dalam rencana pengembangan perkara itu antara lain para direksi ketika Maryono memimpin.

"Korupsi itu kan proses, dalam proses pasti melibatkan beberapa jabatan. Nah ini yang nanti akan kita periksa, di situ bagaimana processing melalui tahapan-tahapan itu," ujar Febrie kepada wartawan, Kamis, 8 Oktober.

Tak hanya mengembangkan ke pihak internal BTN, penyidik juga bakal mengembangkan pihak eksternal. Sebab, Maryono diduga menerima suap dari PT Titanium Property dan PT Pelangi Putera Mandiri yang masing-masing sebesar Rp870 juta dan Rp2,275 miliar.

"Pemeriksaan kita tidak hanya di kredit ini. Tentunya secara keseluruhan kita buka, ada nggak keterlibatan pihak yang lain. Korupsi ngga mungkin tunggal, pasti ada beberapa pihak," papar Febrie.

Sejauh ini, dugaan gratifikasi itu terkait pencarian fasilitas kredit terhadap dua perusahaan itu. Nantinya dalam penyidikan juga tak menutup kemungkinan akan berkembang ke tindak pidana koruosi lainnya.

"Ini sedang kita perdalam, gratifikasi itu kan pintu masuk saja, kita lihat ada alat buktinya, setelah itu kan kita akan lihat selama proses dia menjabat," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, mantan Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) H Maryono dan Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi.

"Dalam kurun waktu 2013 sampai dengan tahun 2015, diduga HM sebagai Direktur Utama Bank Tabungan Negara periode tahun 2012-2019 telah menerima hadiah atau janji atau suap atau gratifikasi berupa uang melalui rekening bank atas nama Widi Kusuma Purwanto yang merupakan menantu dari HM," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, Rabu, 7 Oktober.

Maryono yang saat itu menjabat Direktur Utama BTN diduga mendorong pemberian fasilitas kredit walaupun tidak sesuai dengan SOP yang berlaku pada BTN kepada PT Titanium Property dan PT Pelangi Putera Mandiri.

Atas perbuatan itu, Maryono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) jo ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Yunan Anwar disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.