KSP Moeldoko: Saya Tidak Ingin Pelayanan RS TNI-Polri Tak Maksimal
Kepala Staf Presiden Moeldoko/ Antara

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) RI Moeldoko menekankan rumah sakit TNI-Polri harus memberikan pelayanan kesehatan maksimal kepada prajurit.

“Saya tidak ingin pelayanan rumah sakit untuk prajurit tidak maksimal. Jangan biarkan prajurit merasa sendirian,” tegas Moeldoko saat bertemu Asosiasi Rumah Sakit Kemhan TNI-Polri, di Gedung Bina Graha Jakarta, dilansir Antara, Senin, 18 April.

Moeldoko mengatakan Kantor Staf Presiden (KSP) siap membantu mengurai permasalahan layanan kesehatan di rumah sakit TNI-Polri.

Dalam pertemuan tersebut Asosiasi Rumah Sakit Kemhan TNI-Polri menyampaikan sejumlah permasalahan terkait pelayanan kesehatan di antaranya soal pemutusan kerja sama Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) TNI dengan BPJS Kesehatan di beberapa daerah.

Ketua Asosiasi RS Kemhan TNI-Polri Letnan Jenderal TNI dr. A Budi Sulistya menyebutkan terdapat 28 FKTP TNI terancam diputus kerja sama dengan BPJS Kesehatan karena permasalahan Surat Izin Operasional (SIO) Klinik FKTP, dan Surat Izin Praktik (SIP) Dokter.

“Imbasnya faskes tidak bisa melayani BPJS Kesehatan dan terpaksa harus dipindah ke faskes lain. Padahal di TNI tidak ada faskes yang sama dalam satu wilayah, seperti kabupaten/kota,” papar Budi Sulistya.

Selain itu, kata Budi, rumah sakit TNI-Polri saat ini menghadapi kendala pencairan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Faskes TNI. Ia mengungkapkan total dana PNBP yang tidak bisa ditarik karena tertolak oleh aplikasi penarikan di KPPN sebanyak Rp705 miliar lebih.

“Padahal kegiatan pelayanan sudah dilakukan. Jadi kami (RS TNI-Polri) harus menanggung selisih pembayaran untuk operasional, seperti pembayaran tenaga kesehatan tamu,” ungkapnya.

Budi menilai perlu ada diskresi penerapan Peraturan Menteri Keuangan 110/2021 tentang Tata Cara Penetapan Maksimum Pencairan PNBP, yang tidak memengaruhi aplikasi penarikan di KPPN, yakni Elektronik Surat Pembayaran (ESPM).

“Dengan demikian dana PNBP yang sudah masuk di KPPN dapat ditarik lagi oleh Faskes TNI karena kegiatannya sudah berjalan atau dilaksanakan,” jelas Budi yang juga Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu.

Dalam kesempatan itu, Budi menyampaikan soal kebijakan kelas rawat inap standarisasi yang dinilai akan sulit diberlakukan di rumah sakit TNI-Polri. Kendalanya, menurut dia, mulai dari adanya hirarki kepangkatan, tingkatan rumah sakit, hingga keterbatasan dana renovasi atau pembangunan RS.

”Jika ada standarisasi soal tempat rawat inap misalnya, berarti akan ada perubahan ruangan dan ini butuh biaya untuk renovasi,” jelas Budi.