Bagikan:

JAKARTA - Di bawah pemerintahan Vladimir Putin, pihak berwenang Rusia menyatakan bahwa pria penyuka sesama jenis yang memiliki anak melalui ibu pengganti akan dianggap sebagai pelaku perdagangan bayi.

Dilansir dari The Independent, Senin, 5 Oktober, media pemerintah Rusia melaporkan bahwa sumber di dalam Komite Investigasi negara tersebut membandingkan ibu pengganti dengan perdagangan bayi. 

Pemerintah Rusia juga bersikeras bahwa laki-laki dengan "orientasi non-tradisional" menggunakan sperma mereka untuk IVF (proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di luar tubuh sang wanita) adalah pelanggaran.

"Kami berencana menangkap sejumlah tersangka, pria lajang, dan warga negara Rusia, yang telah menggunakan ibu pengganti untuk melahirkan anak," tambah sumber itu, meskipun fakta bahwa ibu pengganti sebenarnya legal di Rusia. Rencana ini belum dikonfirmasi oleh pemerintah.

Tujuh orang telah ditangkap di Rusia atas tuduhan perdagangan bayi setelah bayi yang lahir dari ibu pengganti meninggal dalam kematian yang tragis pada bulan Januari.

Bayi itu ditemukan di sebuah flat di Moskow bersama tiga anak lainnya, semuanya diyakini telah dikandung oleh ibu pengganti, dan dua orang pengasuh.

Anak-anak dirawat oleh pengasuh sementara orang tua mereka mengatur dokumen untuk membawa mereka pulang. Bayi itu ditemukan meninggal karena sebab alami.

Tetapi pihak berwenang Rusia memutuskan bahwa bayi itu meninggal "karena kelalaian" dan praktek reproduksi menggunakan ibu pengganti merupakan "perdagangan bayi". Staf medis dan pengacara yang terlibat dalam proses surrogacy (metode reproduksi ibu pengganti) ditangkap.

Pengacara Igor Trunov, yang mewakili orang tua anak-anak tersebut, mengatakan kepada The Independent: “Sayangnya, bayi itu meninggal… Apa pun yang Anda lakukan, Anda tidak boleh mempercayai penyelidik negara ketika mereka mengatakan bahwa mereka bertindak untuk kepentingan kesejahteraan anak.

“Mereka telah memilih untuk mengirim tiga anak berusia sebelas bulan ke fasilitas psikiatri anak.”

Orang tua bayi tersebut menuntut pemerintah di Rusia karena "menculik" anak-anak mereka, yang secara hukum diakui sebagai warga negara asing.

Tetapi penyelidik pemerintah memainkan sentimen anti-LGBT+ yang berkobar di Rusia, kata Trunov, dengan mengaitkan perdagangan bayi dengan pria gay.

Presiden Rusia Vladimir Putin secara konsisten membidik komunitas LGBT+ di negara itu. Hal ini memicu kebencian di antara para pendukung setianya, anggota Gereja Ortodoks Rusia, dan membuat kelompok-kelompok hak LGBT+ di luar Rusia khawatir dengan cara dia menargetkan orang-orang queer (orientasi seksual yang tertarik pada orang lain tanpa melihat gendernya).