JAKARTA - Empat personel Polda Sulawesi Tenggara yang melakukan manuver rendah dengan helikopter untuk membubarkan massa unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) akan disanksi berat.
Pelaksana harian Kabid Humas Polda Sultra Kombes La Ode Proyek mengatakan para polisi itu masih diperiksa. Ditegaskan La Ode mereka segera mengikuti sidang disiplin dan kode etik untuk penentuan sanksi dalam beberapa hari ke depan.
"Tentu sanksi berat sudah menanti," ujar La Ode dikutip Antara, Kamis, 1 Oktober.
Sanksi yang akan diberikan kepada para polisi itu dapat berupa penundaan kenaikan jabatan, teguran tertulis, penempatan dalam tempat khusus selama 21 hari hingga pemecatan dari institusi Polri.
Dalam pemeriksaan awal, diduga pilot, kopilot dan dua teknisi melakukan pelanggaran dengan bermanuver rendah untuk membubarkan massa. Padahal tidak terdapat aturan pembubaran massa dengan tindakan seperti itu dalam kepolisian dan tidak terdapat perintah dari pimpinan untuk melakukan tindakan itu.
"Protap pembubaran itu sudah ada di Perkap Nomor 1 Tahun 2009. Ada enam tahapan, di luar dari itu cara membubarkannya itu sudah dianggap melanggar SOP," ujar La Ode.
BACA JUGA:
Sebelumnya Kapolri Jenderal Idham Azis dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR mengecam tindakan personel Polda Sultra melakukan manuver dengan helikopter untuk membubarkan massa karena tindakan itu di luar prosedur yang berlaku untuk mengamankan kerumunan.
"Sekarang enggak boleh main tempeleng jadi diperiksa propam saja. Kalau masih boleh, saya tempeleng itu," kata Idham seperti ditayangkan TV Parlemen, Rabu, 30 September.
Kapolri menegaskan, polisi yang menjadi pilot helikopter yang bermanuver di Mapolda Sultra, Kendari, itu kini sudah diperiksa. Idham menjelaskan, pembubaran massa dengan helikopter jelas tak ada dalam standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
"Pilotnya sudah diperiksa sama propam. Itu ngarang-ngarang saja. Tidak ada SOPnya di udara, yang di Kendari itu," tegasnya.