Bagikan:

PALEMBANG - Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Selatan dalam sebulan terakhir mengungkap dua kasus penimbunan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi.

Dirreskrimsus Polda Sumsel Kombes M Barly Ramadhany mengatakan, dari dua kasus pihaknya menangkap lima orang berinisial AP, AR, MRA, MN, dan MFA.

Sedangkan barang buktinya berupa ratusan liter solar, dua unit mobil jenis Toyota Kijang dengan nomor polisi BG 1621 MF dan Isuzu Panter BG 1446 NW dan satu unit pompa.

"Ada juga dua lembar nota, uang tunai Rp350.000 dan dua unit gawai," jelasnya saat rilis kasus di Palembang, Antara, Rabu, 6 April.

Kasus pertama diungkap di lokasi penimbunan solar Jalan A Yani, Kelurahan 14 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang, Senin, 28 Maret sekitar pukul 22.00 WIB.

Dari TKP tersebut petugas mengamankan dua tersangka, yakni AP dan AR dengan barang bukti mobil yang tanki BBM yang dimodifikasi lebih besar dari ukuran standar pabrik dengan muatan108 liter solar bersubsidi.

"Saat itu ada informasi masyarakat yang menyebutkan adanya penimbunan di tempat kejadian perkara (TKP), kemudian anggota kami penyidik Unit 2 Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel turun ke lokasi menemukan tersangka pelaku AP dan AR dengan barang bukti mobil yang di modifikasi bermuatan 108 liter solar," ujarnya.

Kemudian kasus kedua diungkap pada Jumat,1 April sekitar pukul 15.30 WIB oleh tim Unit 2 Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel dengan menangkap tiga tersangka pelaku inisial MRA, MN, dan MFA.

Para tersangka melakukan kejahatan penimbunan solar bersubsidi dengan modus yang sama, yakni melakukan modifikasi tanki mobilnya agar bisa menampung BBM dalam jumlah banyak ketika membeli solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

"Dari keterangan para pelaku, mereka melakukan modifikasi tangki mobil agar muatannya lebih besar dan mampu menampung BBM jenis solar hingga di atas 100 liter," ujar Direskrimsus.

Atas tindak kejahatan itu para pelaku dikenakan pasal 55 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah diubah pada Pasal 40 angka 9 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun serta denda paling tinggi Rp60 miliar.