Penasaran, Kenapa Donat Bolong di Tengah? Ini Jawabannya
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Kudapan donat tentu familiar di banyak kalangan. Banyak pula yang doyan dengan penganan kue berbentuk bulat berlubang di tengahnya. Donat diberi beragam topping, mulai dari yang manis hingga yang asin. Tapi tahukah Kamu kenapa donat bolong di tengah?

Melansir ndtv.com, teori paling populer di balik lubang di donat dikreditkan kepada Kapten Hanson Gregory, penduduk asli Maine dan seorang pelaut di pantai Amerika pada abad ke-19. 

Donat asli adalah potongan utuh dari adonan tepung yang dimaniskan, digoreng dengan minyak. Donat pada awalnya dibuat seperti kue yang digoreng biasa. Ada yang dibuat bulat, segi empat, strip panjang, atau dipelintir. 

Tapi, saat digoreng, kue ini kadang kurang matang. Bagian pinggirinya kering, tapi bagian tengahnya masih mentah. Adonan yang mentah di bagian tengah ini, membuat Kapten Gregory berpikir untuk membuangnya. Tujuannya agar kue ini matang secara merata saat digoreng. Dia pun menunjukkan ide ini kepada ibunya dan meminta memasaknya. 

Setelah itu, donat pun langsung populer di banyak kalangan. Orang-orang pun membuat donat dengan bentuk yang sama dengan Kapten Gregory.

Sementara, teori lain ada yang mengatakan, Gregory adalah orang yang menyukai donat. Bahkan ketika sedang mengemudikan kapal, dia kadang sambil makan donat. Nah, saat dia sedang mengemudikan kapal, dia butuh dua tangannya. Kue goreng yang dia makan, ditancapkan ke jeruji kendali kapal. Ini yang membuat kue gorengnya bolong di tengah.

Tapi, teori yang kedua terbantahkan setelah Gregory mencatatnya pada tahun 1916 dengan mengonfirmasi kebenaran teori yang pertama.

Sementara itu, cerita soal Kapten Gregory bisa Kamu temukan di Rockport, Maine, Amerika Serikat. Di sana, kamu bisa menemukan sebuah plakat bertuliskan, "Dalam rangka memperingati. Ini adalah tempat kelahiran Kapten Hanson Gregory, yang pertama kali menemukan lubang di donat pada tahun 1847. Dibangun oleh teman-temannya, 2 November 1947."

Plakat Kapten Gregory (Foto: scalar.usc.edu)