JAKARTA - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengapresiasi DPR dan Pemerintah karena mengakomodasi mekanisme victim trust fund atau dana bantuan korban ke dalam draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
"Untuk mengefektifkan pemulihan hak korban yang komprehensif tanpa terganjar masalah penganggaran," kata Maidina dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin 4 April.
Dengan amanat pembentukan peraturan pemerintah (PP), lanjutnya, ICJR dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) merekomendasikan agar pembahasan draf peraturan tersebut dilakukan secara terbuka. Dia mengatakan pihaknya berkomitmen mengawal pembahasan dan memberikan masukan berkaitan dengan rumusan PP tersebut.
Dia juga menilai baik terhadap pembahasan RUU TPKS yang progresif selama sepekan lalu, dengan berlangsung secara terbuka dan mempermudah akses informasi, baik secara fisik maupun daring (online).
BACA JUGA:
"Sehingga masyarakat sipil dapat memantau proses pembahasan RUU secara langsung atau melalui online," tambahnya.
Dia memberikan apresiasi atas keterbukaan anggota DPR maupun perwakilan Pemerintah terhadap masukan dari masyarakat sipil, baik yang sebelumnya telah disampaikan maupun komunikasi real time saat pembahasan.
"Agaknya pembahasan seperti ini dapat dicontoh pada semua pembahasan RUU guna benar-benar menjalankan prinsip negara demokrasi," katanya.
Pada Senin (28/3) sampai Jumat (1/4), Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS DPR RI dan Pemerintah hampir menyelesaikan semua pembahasan mengenai daftar inventarisasi masalah (DIM). Pembahasan dilakukan hingga Pasal 73 RUU versi Badan Legislasi (Baleg), tepatnya pada DIM No. 584.
Namun demikian, masih ada isu yang belum terselesaikan, yakni mengenai perumusan unsur tindak pidana kekerasan berbasis gender online (KBGO) atau kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE), eksploitasi seksual, pemaparan tentang tindak pidana pemaksaan aborsi, serta pengaturan rehabilitasi pelaku.