Keterwakilan Perempuan di Parlemen Masih Timpang, Puan Maharani: Berbahaya Bagi Demokrasi dan Mengancam Upaya Pemenuhan HAM
Foto: Dok. Antara/Metaksos Setjen DPR RI

Bagikan:

JAKARTA - Rendahnya keterwakilan perempuan di politik mendapat sorotan dari Ketua DPR RI Puan Maharani pada Forum of Women Parliamentarians pada Sidang ke-144 Inter-Parliamentary Union (IPU) di Nusa Dua, Bali. Puan menilai, kondisi tersebut menunjukkan adanya defisit demokrasi sehingga seluruh anggota IPU harus berada di garis terdepan mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.

Defisit demokrasi merupakan kondisi yang menunjukkan prinsip-prinsip dasar demokrasi tidak ditemukan dalam praktiknya, misalnya terkait keterwakilan yang berimbang.

Puan memaparkan, proporsi anggota parlemen perempuan di dunia masih belum mencapai 30 persen, meskipun ada kenaikan jumlah anggota dari 2020 ke 2021.

"Pada 2021, dari 73 orang yang terpilih sebagai ketua parlemen di seluruh dunia, 18 di antaranya atau 24,7 persennya adalah perempuan. Sementara itu, proporsi global anggota parlemen perempuan telah meningkat menjadi 26,1 persen, naik sebesar 0,6 persen," kata Puan dikutip Antara, Minggu 20 Maret.

Menurut Puan, kondisi keterwakilan yang masih timpang itu tidak hanya berbahaya bagi demokrasi, tetapi juga mengancam upaya pemenuhan hak asasi manusia.

"Ketidaksetaraan gender berarti tidak dilaksanakannya secara penuh demokrasi dan hak asasi manusia. Oleh karena itu, kita perlu terus memastikan partisipasi aktif perempuan pada proses pengambilan keputusan, terutama di badan publik," terang Ketua DPR RI pada Forum of Women Parliamentarians.

Dalam kesempatan yang sama, Puan lanjut menyampaikan keseteraan gender yang belum terpenuhi juga menghambat akses perempuan dalam kekuasaan, karena keduanya saling terhubung.

Oleh karena itu, Puan menegaskan perempuan perlu mendapat akses yang sama dalam kekuasaan, khususnya menjadi bagian dalam pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan.

Ia menyampaikan Indonesia telah berupaya menerapkan pendekatan gender pada tiap kebijakan, yang di antaranya tercermin dari partisipasi perempuan di politik dan pemerintahan.

"Berbagai capaian telah diraih. Indonesia telah memiliki presiden perempuan, menteri koordinator perempuan, menteri-menteri perempuan, anggota parlemen perempuan, gubernur, wali kota, dan bupati perempuan. Saya berdiri di sini juga sebagai ketua parlemen perempuan pertama dan termuda di Indonesia," ujar dia.

Puan mengingatkan seluruh pihak bahwa kesetaraan gender hanya dapat terwujud jika ada kepemimpinan perempuan pada berbagai bidang. Demi mencapai tujuan itu, laki-laki juga harus terlibat aktif, mulai dari memberi dukungan dan bekerja sama membangun kemitraan.

"Pendidikan dan lingkungan yang kondusif juga berperan penting dalam membangun kesetaraan gender," kata Puan menambahkan.