Bukan Asal Beda, Ini Alasan PKS Tolak Penundaan Pemilu 2024
Hidayat Nur Wahid/DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, menegaskan partainya tidak asal beda mengambil sikap menolak usulan penundaan Pemilu 2024. Dia beralasan, PKS akan selalu berkomitmen dengan keputusan reformasi dan konstitusi. 

"PKS itu insyaallah komitmennya jelas, kami hadir di era reformasi karenanya kami komitmen dengan reformasi dan itu bukan asal beda, bukan hanya karena ikut-ikutan itulah sikap dasar dari PKS," ujar Hidayat dalam sebuah diskusi daring yang diunggah akun YouTube Padasuka TV, Rabu, 16 Maret.

Wakil Ketua MPR itu lantas menjelaskan alasan pemilu khususnya pilpres tidak boleh diundur, meski pada era Soeharto berkuasa hingga 32 tahun. Bahkan, era BJ Habibie pemilu justru dimajukan yang sedianya terlaksana pada 2003 tapi digelar pada 1999. Kemudian, era Soekarno sejak tahun 1955 tidak ada yang namanya pemilu.

Sebab, kata Hidayat, saat ini Indonesia bukan lagi berada di era orde lama maupun era orde baru. Dia mengatakan, undang-undang dasarnya sudah bukan undang-undang dasar yang lama tapi era reformasi dengan undang-undang dasar yang baru.

"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah produk reformasi produk dari amandemen yang dilakukan oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara pada waktu itu dan keputusan itu dibuat oleh eksekutif, legislatif, yudikatif semuanya Pemilu 2004 sampai Pemilu 2009 dan 2014 semuanya sami'na wa atha'na mengikuti apa yang jadi keputusan terkait dengan konstitusionalisme. Jadi PKS bukan asal beda," papar Hidayat.

Terkait tidak bisanya Pemilu Serentak 2024 diganggu gugat, Anggota Komisi VIII DPR itu menjelaskan, Presiden Jokowi telah menugaskan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk terlibat dalam pembahasan tentang masalah pemilu tersebut.

"Ini sudah diputuskan bersama DPR, KPU dengan pemerintah bahwa sejak tanggal 24 Januari 2022 pemilu dilakukan tahun 2024 bulan Februari tanggal 14," tegasnya.

Sementara soal usulan perubahan masa jabatan presiden, kata Hidayat, bukan diusulkan oleh lembaga survei, bukan ketua partai, dan bukan juga opini di medsos. Tetapi oleh minimal sepertiga dari 793 anggota MPR.

"Kalau Rp100 juta orang tetapi mereka bukan anggota MPR ya itu tidak konstitusional. Kalau kita masih mengaku sebagai bangsa Indonesia yang cinta dengan undang-undang dasar 45 dengan Pancasila itu tidak bisa lanjutkan. Keputusan sudah diambil secara aklamasi antara pemerintah dengan DPR dengan DPD dengan KPU dengan Bawaslu pada tanggal 24 Januari Tahun 2022 bahwa mereka sepakat untuk menyelenggarakan pemilu Tahun 2024," tegas Hidayat.

"Jadi kalau ada usulan mestinya sebelum itu, karena seluruh juga sudah disampaikan secara terbuka dan itu bukan hanya PKS," imbuhnya.

Hidayat mengungkapkan, sampai hari ini belum ada satupun anggota MPR yang mengusulkan perubahan undang-undang dasar baik untuk menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden.

"Satu saja belum ada. Bahkan yang terjadi ketua DPD menyampaikan secara terbuka tidak mendukung perubahan undang-undang dasar untuk memperpanjang masa jabatan presiden atau untuk menunda Pemilu. Yang terakhir ketua DPR juga dengan tegas menyampaikan dalam pidato pembukaan masa sidang bahwa tugas kita adalah untuk menyelenggarakan pemilu tahun 2024 Sebagaimana telah disepakati dengan pemerintahan dan semuanya," paparnya.

"Jadi kalau demokrasi yang ada, jalannya itu. Karena nanti kalau demokrasi tidak pakai jalan konstitusi maka akan berubah dari demokrasi menjadi democrazy," kata Hidayat Nur Wahid.