Pemerintah Bogor hingga Bekasi Diminta Perketat Mobilitas Warganya ke Jakarta
Jakarta (Achmad/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Upaya penanggulangan kasus COVID-19 tak bisa dilakukan hanya oleh daerah itu sendiri. Perlu ada sinergitas antar daerah terutama yang saling berbatasan.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito meminta pemerintah daerah di kawasan sekitar DKI Jakarta dari mulai Bogor hingga Bekasi untuk membatasi mobilitas warganya. Apalagi, saat ini Jakarta sedang mengetatkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kami ingin menyampaikan perlunya sinergitas antar daerah terutama yang bersebelahan. Dalam hal ini contoh yang perlu kita perhatikan bersama adalah daerah-daerah penyangga di seputar DKI Jakarta yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, baik kota maupun kabupaten," kata Wiku dalam konferensi pers secara daring yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 15 September.

Warga di daerah-daerah penyangga ini, kata Wiku, memiliki mobilitas yang tinggi untuk masuk dan keluar wilayah DKI Jakarta. Sehingga, perlu ada upaya pembatasan dari pemerintah di wilayah tersebut agar upaya menurunkan penularan virus ini bisa dilaksanakan.

Selain itu, Wiku juga menegaskan koordinasi antar pemerintah pusat dan daerah dapat dilakukan secara rutin. Hal ini perlu, agar pemerintah pusat mengetahui kesulitan yang dialami pemerintah daerah dan bisa mengerahkan bantuan berupa kebijakan maupun peraturan untuk memudahkan penanganan COVID-19.

DKI Jakarta kembali mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayahnya. Pengetatan ini dilakukan selama dua pekan, sejak Senin, 14 September kemarin.

Adapun alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan PSBB lebih ketat dari PSBB transisi karena adanya tiga parameter angka dan menunjukkan kondisi wabah COVID-19 di DKI saat ini menjadi mengkhawatirkan. 

"Dari tiga data yaitu angka kematian, keterpakaian tempat tidur isolasi, keterpakaian ICU khusus COVID-19 menunjukkan bahwa situasi wabah di Jakarta ada dalam kondisi darurat," kata Anies di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin, 9 September.

Soal angka kematian, Anies menyebut angkanya di DKI memang rendah, yaitu 2,7 persen. Lebih rendah dari tingkat kematian nasional di angka 4,1  persen, bahkan lebih rendah ditingkat kematian global di angka 3,3 persen.

Meski persentase angka kematian atau case fatality rate Jakarta masih di bawah angka rata-rata nasional dan dunia, namun secara absolut jumlahnya semakin hari terus meningkat.

Kedua, soal keterpakaian tempat tidur perawatan COVID-19. Kekhawatiran menipisnya kapasitas tempat tidur dilandasi dengan angka kasus aktif COVID-19 yang terus tinggi.

Ketiga, keterpakaian tempat tidur ICU khusus pasien COVID-19 bergejala berat. Perhitungan dia, jika jumlah tidak ditambah, maka tempat tidur ICU tak bisa lagi menampung pasien pada 15 September mendatang. Bila kapasitas telah ditambah namun tidak dilakukan "rem darurat", maka akan kembali penuh pada 25 September.

"Jangka pendeknya, kita meningkatkan kapasitas. Tapi, jika tidak ada pembatasan ketat, maka ini hanya sekedar mengulur waktu. Dalam kurang dari 1 bulan, rumah sakit akan kembali penuh," jelas Anies.