Saat Komnas HAM Simpulkan Adanya Kekerasan yang Timbulkan Trauma di Tengah Warga Desa Wadas
Gedung Komnas HAM/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengumumkan hasil penyelidikan mereka atas insiden kekerasan yang dialami warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada 8 Februari lalu. Lembaga ini mengungkap telah terjadi kekerasan yang berujung pada timbulnya rasa trauma di tengah warga.

Melalui konferensi pers yang ditayangkan secara daring, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan ditemukan adanya tindakan penggunaan kekuatan secara berlebih atau excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah.

"Bahwa pada 8 Februari 2022 benar terjadi tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan atau excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah yang ditandai dengan pengerahan personil dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan," kata Beka saat merilis temuan penyelidikan pada Kamis, 24 Februari.

Adapun kesimpulan ini didapat dari serangkaian hasil pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan oleh tim yang diberangkatkan ke Desa Wadas. Meski Polda Jateng menyebut, jumlah personel yang diturunkan hanya 250 orang yang 50 di antaranya berpakaian sipil atau preman tapi keterangan pendamping menyebut jumlah aparat yang diturunkan mencapai ribuan.

Dari penyelidikan tersebut, Komnas HAM juga mendapati fakta adanya tindak kekerasan yang dialami oleh warga penolak kegiatan penambangan batu andesit pada saat peristiwa itu. Di mana pelakunya, dari keterangan saksi dan video, adalah aparat kepolisian yang berbaju sipil atau preman.

"Komnas HAM RI menemukan adanya tindakan kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian pada Selasa, tanggal 8 Februari 2022 terhadap warga Wadas yang menolak quarry. Akibat dari tindakan kekerasan tersebut, sejumlah warga mengalami luka pada bagian kening, lutut dan betis kaki, dan sakit pada beberapa bagian tubuh lainnya, namun tidak ada korban yang dirawat di rumah sakit," ungkap Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam kesempatan yang sama.

"Dari identifikasi pelaku, tindakan kekerasan tersebut mayoritas dilakukan oleh petugas berbaju sipil/preman pada saat proses penangkapan," imbuhnya.

Anam memerinci setidaknya ada 67 orang warga Desa Wadas yang dibawa ke Polres Purworejo dan mereka dipulang sehari setelahnya, yaitu pada 9 Februari. Selain itu juga terjadi penyitaan sepeda motor dan telepon genggam milik warga meski sebagian sudah dikembalikan dan sisanya masih dalam proses.

Tapi, seluruh langkah pemulangan warga dan pengembalian barang sitaan itu tetap menimbulkan reaksi lanjutan yaitu munculnya rasa trauma. Anam bilang, ada beberapa warga yang mengaku takut pulang ke rumahnya.

Ketakutan itu, sambung dia, bahkan terjadi hingga empat atau lima hari pasca peristiwa kekerasan di Desa Wadas. "Selain itu, ditemukan potensial traumatik khususnya bagi perempuan dan anak," tegas Anam.

Lebih lanjut, Beka yang membacakan kesimpulan temuan Komnas HAM menyebut ada sejumlah pengabaian hak yang dialami oleh warga Desa Wadas. Pertama, adanya pengabaian hak Free and Prior Informed Consent (FPIC).

FPIC ini, dijelaskan Beka, sebagai hak untuk memberi atau tidak memberikan persetujuan atas proyek tambang batu andesit yang tentunya memiliki potensi dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan di sekitar mereka.

Berikutnya, warga juga tidak mendapatkan informasi akurat mengenai penambangan batu andesit dan proyek Bendungan Bener yang harusnya dilakukan pemerintah dan pemrakarsa proyek. Hal ini yang kemudian memicu ketengan antar warga maupun pemerintah.

Pengabaian hak lainnya adalah saat aparat kepolisian menggunakan kekuatan berlebih untuk menghadapi penolakan warga. Komnas HAM menilai, apa yang terjadi ini adalah bentuk pengabaian hak perlidungan integritas personal warga dalam mempertahankan lingkungan dan kehidupannya.

Kemudian yang terakhir, telah terjadi pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum dan jaminan masa depan untuk tidak mengalami harapan serupa.

"Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan," pungkas Beka.