Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan penyedia jasa keuangan (PJK) harus mampu mengidentifikasi risiko tindak pidana pencucian uang dan terorisme.

Hal tersebut disampaikan Mahfud saat menjadi pembicara kunci dalam Webinar bertajuk Peluang, Tantangan dan Dampak Pemanfaatan Teknologi Baru untuk Pengatan Rezim APU-PPT pada hari ini, Rabu, 23 Februari.

"PJK hendaknya mampu mengidentifikasi dan mengkaji risiko TPPU dan TPPT yang muncul sehubungan dengan pengembangan produk baru dan penggunaan teknologi baru," kata Mahfud dikutip dari keterangan tertulisnya setelah acara berlangsung.

Selain itu, Indonesia juga harus meningkatkan pemahaman dan kesiapan untuk mematuhi rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).

Langkah ini, sambung Mahfud, sangat penting karena Indonesia akan menghadapi tahapan yang sangat krusial dalam on-site visit Mutual Evaluation Review (MER) FATF pada bulan Juli mendatang. Di mana saat ini, Indonesia merupakan satu-satunya negara G-20 yang belum menjadi anggota dan hanya menjadi observer.

"Sebagaimana kita ketahui bersama, kesuksesan Indonesia dalam MER FATF membutuhkan peningkatan kepatuhan Indonesia terhadap Rekomendasi FATF yang meliputi berbagai bidang dalam program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), termasuk pada perkembangan teknologi baru atau new technologies," ungkap eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan saat ini Perkembangan teknologi yang digunakan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) semakin pesat diantaranya penggunaan Financial Technologies (Fintech), Artificial Intelligence (AI), aset virtual, bahkan ada PJK bank yang telah mempublikasikan penggunaan Metaverse.

"Perkembangan teknologi informasi ini harus disikapi oleh PJK secara bijaksana dan harus sejalan dengan komitmen FATF," ujarnya.

"Dalam dokumen FATF mengenai Perkembangan dan Tantangan pada Teknologi Baru APU PPT Tahun 2021, FATF menyatakan komitmennya untuk mendukung perkembangan teknologi baru dan memastikan bahwa penerapan program APU PPT tetap relevan dan efektif yang berbasis risiko dan sejalan dengan percepatan transformasi digital," imbuh Mahfud.

Sementara Indonesia kini telah memperbaharui penilaian risiko APU PPT dalam dokumen Penilaian Risiko Nasional atau National Risk Assessment (NRA) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) Holistik Tahun 2021.

Selain itu, pemerintah juga telah memperkuat kerja sama nasional untuk meningkatkan efektifitas program APU-PPT melalui penetapan dan pelaksanaan Stranas TPPU dan TPPT Periode 2020-2024 yang telah ditetapkan dalam rapat Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU) yang salah satunya anggotanya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga merupakan salah satu anggota Komite TPPU.

"Berdasarkan urgensi menghadapi MER FATF dan tantangan terkait perkembangan teknologi tersebut, saya menyampaikan apresiasi terhadap penyelenggaraan webinar ini," katanya.

"Saya berharap diskusi-diskusi dalam Webinar yang menghadirkan para narasumber yang berkompeten baik dari dalam maupun luar negeri ini akan memperkuat pemahaman dan sinergi antara OJK selaku LPP, Penyedia Jasa Keuangan, dan Kementerian/Lembaga terkait APU-PPT dalam hal-hal strategis," pungkas Mahfud.