JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 14 pegawai PT Waskita Karya dari berbagai divisi. Belasan pegawai itu dimintai keterangan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, 14 saksi itu diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani. Desi ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.
"Para saksi ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DSA (Desi Arryani)," kata Ali kepada awak media, Jakarta, Kamis, 10 September.
Adapun 14 saksi itu adalah, Manager Human Capital Waskita, Riftan Wisesa; Staf Bagian Keuangan, Tri Yuharlina; dan mantan Auditor PT Waskita, M Noor Utomo. Kemudian Kanwil Jakarta, Antonius Y Tyas Nugroho; Kapro dan Kabag Dal, Fakih Usman; Kasie Keu Proyek Padamaran, Joni Putra; Kabag Dal Sipil, Mohamad Indrayana.
Kemudian, Ketua Koperasi Waskita, Ari Wibowo; Kabag SDM Waskita, Raden Bambang Widhyanto; Kepala Kantor Cabang Riau, Tri Hartanto; Kapro Proyek Benoa 4, Julizar Kurniawan; Dirkeu Waskita Toll Road, Rudi Purnomo; SVP Accounting Waskita, Inggir Elerida Lumbantoruan; serta Staf admin kantor, Agus Winarno.
Ali mengatakan, semua saksi hadir memenuhi panggilan penydik KPK. Mereka dimintai keterangan soal aliran uang dan aset hasil korupsi yang dinikmati para tersangka.
"Penyidik mendalami pengetahuan para saksi tersebut terkait dengan dugaan penerimaan sejumlah uang dan beberapa aset yang dinikmati oleh Tersangka DSA dkk dan juga pihak-pihak lainnya," kata dia.
Adapun KPK nampak intens mengusut dan mengembangkan kasus dugaan korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara lebih dari Rp 200 miliar tersebut.
Bahkan, kata Ali, tak tertutup kemungkinan dari pengembangan kasus ini, KPK menjerat Waskita Karya sebagai tersangka sepanjang ditemukan bukti permulaan yang cukup.
"Dalam penyidikan KPK saat ini apabila ditemukan alat bukti adanya dugaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh korporasi maka tidak menutup kemungkinan akan ditindaklanjuti," kata Ali Fikri.
Meski demikian, Ali mengatakan, tim penyidik saat ini fokus menuntaskan penyidikan lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain Desi, ada empat tersangka dalam kasus ini, yakni Dirut PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana; Wakil Kadiv II PT Waskita Karya, Fakih Usman, Kepala Divisi II PT Waskita Karya, Fathor Rachman; serta Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya, Yuly Ariandi Siregar.
Saat kasus korupsi ini terjadi, Jarot Subana merupakan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya, sementara Fakih Usman sebagai Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.
"Saat ini KPK masih fokus kepada proses penyidikan yang sedang berjalan dengan tersangka yang ada saat ini," katanya.
Ali memaparkan, kasus tersebut bermula dari keputusan Desi Arryani pada 2009 atau saat menjabat sebagai Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk untuk menyepakati pengambilan dana dari perusahaan BUMN tersebut melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II.
Dalam rangka melaksanakan keputusannya tersebut, Desi kemudian memimpin rapat koordinasi internal terkait penentuan subkontraktor, besaran dana dan lingkup pekerjaannya. Selanjutnya, kelima tersangka melengkapi dan menandatangani dokumen kontrak dan dokumen pencairan dana terkait dengan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut.
Kemudian pada tahun 2011, Desi mendapatkan promosi menjadi Direktur Operasional PT. Waskita Karya (Persero) Tbk. Fathor Rachman juga dipromosikan menjadi Kepala Divisi III/Sipil/II menggantikan Desi. Atas permintaan dan sepengetahuan dari kelima tersangka, kegiatan pengambilan dana milik PT. Waskita Karya melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut, dilanjutkan, dan baru berhenti pada tahun 2015.
Seluruh dana yang terkumpul dari pembayaran terhadap pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut selanjutnya digunakan oleh pejabat dan staf pada Divisi III/Sipil/II PT. Waskita Karya (Persero) untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran resmi PT Waskita Karya (Persero), seperti pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, pembelian valuta asing, pembayaran biaya operasional bagian pemasaran, pemberian fee kepada pemilik pekerjaan (bowheer) dan subkontraktor yang dipakai, pembayaran denda pajak perusahaan subkontraktor, serta penggunaan lain oleh pejabat dan staf Divisi III/Sipil/II.
Selama periode 2009-2015, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Sedangkan perusahaan subkontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif tersebut adalah PT Safa Sejahtera Abadi, CV. Dwiyasa Tri Mandiri, PT. MER Engineering dan PT. Aryana Sejahtera.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) total kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut sekitar Rp 202 miliar.