Politikus Golkar Tegaskan Pencairan JHT di Usia 56 Tahun Bukan Hal Baru, Jelaskan Aturan yang Kurang Sosialisasi
Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar Emanuel Melkiades Laka Lena/DOK VOI- NAILIN IN SAROH

Bagikan:

JAKARTA -  Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar Emanuel Melkiades Laka Lena, merespons polemik Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Menurutnya, ada kesalahpahaman di tengah masyarakat terkait pemberian JHT yakni hanya bisa dicairkan saat usia pekerja 56 tahun.

"Sebenarnya itu bukanlah hal baru, sebab sudah tertuang juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) terkait JHT, di mana batas usia disebutkan 56 tahun," ujar Melkiades Laka Lena kepada wartawan, Senin, 14 Februari.

Legislator Golkar dari Dapil NTT itu lantas memaparkan soal pogram Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah dua di antara sekian banyak program bantuan pemerintah yang sifatnya saling mendukung. Kedua program ini, kata Melki, bermanfaat untuk pekerja dan tenaga kerja.

"Ini adalah dua dari banyak program bantuan pemerintah untuk para pekerja kita," paparnya. 

Melki menjelaskan, baik JHT maupun JKP dibuat untuk menjamin agar berbagai kebutuhan tenaga kerja dapat diakomodir oleh pemerintah.

JKP dikhususkan untuk orang yang kehilangan pekerjaan, entah terkena PHK, atau mengundurkan diri. Sementara itu, JHT diberikan sebagai jaminan menghadapi hari tua.

Menurut Melki, kebijakan pemberian atau pembayaran JHT pada usia 56 tahun, pada hakikatnya mendudukkan kembali kedua program tersebut pada ketetapannya semula.

"Jadi sebenarnya tidak ada masalah di sini," kata Melki.

Jika kemudian ada ganjalan di masyarakat, Melki menilai, itu lebih kepada kurangnya sosialisasi dan komunikasi.

"Pemerintah sudah membuat banyak program yang baik untuk para pekerja, membantu mereka. Tinggal bagaimana cara mensosialisasikan dan mengkomunikasikannya saja agar para pekerja bisa menerima dan memahaminya dengan baik. Saya kira tidak ada masalah dengan itu," jelasnya.

Karena itu, Melki menuturkan, sosialisasi dan komunikasi intensif juga patut dilakukan dengan serikat-serikat pekerja agar polemik ini menjadi clear.

"Duduk bersama, seperti yang biasa kita lakukan," pungkasnya

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan soal Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan 100 persen saat usia 56 tahun. Airlangga mengklaim hal itu agar jumlah yang diterima pekerja lebih besar.

Airlangga awalnya menjelaskan soal Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur soal tata cara pembayaran JHT. Dia juga menyebut ada perbedaan JHT dengan jaminan kehilangan pekerjaan.

"Jaminan Hari Tua merupakan perlindungan pekerja atau buruh untuk jangka panjang. Sementara Jaminan Kehilangan Pekerjaan merupakan jaminan jangka pendek yang juga diberikan kepada pekerja dan buruh," ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual, Senin, 14 Februari. 

Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan JHT ditujukan agar para pekerja memiliki uang saat pensiun. Dia menyebut ada beberapa manfaat JHT.

"Pertama, akumulasi iuran dari pengembangan. Kedua adalah manfaat lain yang bisa dicairkan sebelum masa pensiun dengan persyaratan tertentu, telah mengikuti kepesertaan 10 tahun minimal dan nilai yang dapat diklaim paling banyak 30 persen dari jumlah jaminan hari tua untuk keperluan perumahan atau 10 persen di luar perumahan," ucapnya.

Dia menyebut akumulasi iuran akan lebih besar jika diambil saat pekerja masuk usia pensiun 56 tahun. Dia mengatakan pemerintah tetap memberi perlindungan bagi pekerja yang kena PHK lewat jaminan kehilangan pekerjaan.

"Dengan adanya Permenaker 2/2022 itu, akumulasi iuran dan manfaat akan diterima lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun, yaitu pada usia 56 tahun," ucapnya.

"JKP tidak mengurangi jaminan sosial yang sudah ada, dan iuran JKP tidak membebani pekerja dan pemberi kerja karena besaran iuran sebesar 0,46 persen dari upah berasal dari pemerintah pusat," sambungnya.