JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomer 3 pada Munas MUI ketujuh Tahun 2010 Tentang Perubahan dan Penyempurnaan Alat Kelamin. Dalam fatwa tersebut, perubahan alat kelamin dari laki-laki ke perempuan maupun sebaliknya ialah hukumnya haram, karena mengubah ciptaan Allah SWT.
“Pada dasarnya Allah itu telah menciptakan manusia dengan bentuk secara fisik yang sempurna. Baik fisik sebagai jenis kelamin laki-laki atau kelamin perempuan,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Mifahul Huda, dikutip dari laman resmi MUI, Selasa 8 Februari.
Kiai Miftahul Huda menjelaskan, Allah telah menciptakan manusia dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan meskipun di antara itu terdapat yang tidak sempurna jenis kelaminnya.
Dalam kajian fiqih, kata dia, hal itu dinamakan khunsa, yaitu orang yang mempunyai alat kelamin ganda. Dalam kajian fiqih khunsa ini terbagi menjadi dua yaitu khuntsa musykil dan khuntsa ghairu musykil.
"Dua-duanya memiliki alat kelamin ganda tetapi yang (khuntsa) ghairu musykil itu kecenderungan kearah salah satu jenis kelamin lebih kuat. Misalnya, air kencingnya keluar dari penis atau sebaliknya keluar dari vagina,” tuturnya.
Sementara khuntsa musykil, kata dia, hal ini sangat sulit untuk diketahui apakah dia ini laki-laki atau perempuan. Kiai Miftahul Huda mengungkapkan, khuntsa musykil biasanya bisa baru diketahui setelah dewasa atau baligh dengan muncul tanda secara fisik. Seperti perempuan yang ditandai dengan fisik pinggul yang besar atau payudara yang mengembang. Sementara laki-laki ditandai dengan bulu kumis dan lainnya.
Kiai Miftahul mengingatkan yang tidak dibenarkan yang mukhannats atau yang perilakunya berbeda dengan jenis kelamin yang dipunya. Itu sangat dilaknat dalam agama Islam. Allah SWT melaknat laki-laki yang berperilaku seperti perempuan dan sebaliknya.
Untuk itu, kiai Miftahul menyampaikan bahwa untuk penyempurnaan alat kelamin bagi yang mempunyai alat kelamin ganda atau khuntsa hukumnya diperbolehkan.
“Ingat ya untuk menyempurnakan, bukan mengganti alat kelamin. Misalnya dia punya alat kelamin ganda, tapi dia kecenderungannya secara fisik lebih ke laki-laki, disempurnakan menjadi laki-laki atau sebaliknya itu diperbolehkan,” kata dia.
Sementara untuk pergantian alat kelamin baik dengan operasi maupun penyuntikan hormon, kiai Miftahul Huda menegaskan, hal itu tidak boleh dilakukan dan hukumnya haram karena mengubah ciptaan Allah SWT.
Kiai Miftahul Huda menerangkan bahwa banyak hukum fiqih terkait dengan khuntsa mulai dari menutup aurat, shaf sholatnya dimana atau menjadi imam atau tidak bagi laki-laki atau perempuan.
Kemudian, pernikahannya apakah dia statusnya laki-laki atau perempuan, pembagian waris, dan termasuk pengurusan jenazahnya ketika wafat.
“Bagaimana memandikannya, mengkafaninya, mensholatinya, maka dikembalikan kepada status awal ketika dilahirkan. Itu kalau yang transgender yang mengubah alat kelaminya. Maka dikembalikan kepada asal penciptaanya, yaitu apakah dia laki-laki atau perempuan,” ungkapnya.
Dia mengimbau kepada umat Islam untuk senantiasa mensyukuri ciptaan Allah SWT yang diberikan kepada kita. Allah memiliki kuasa untuk menciptakan kita secara sempurna atau tidak sempurna. Bagi yang tidak sempurna seperti yang memiliki alat kelamin ganda, sudah banyak solusinya di literatur-literatur kajian fiqih.
Dia mengingatkan bahwa dalam syariat agama Islam sangat melarang bagi umatnya untuk berperilaku menyalahi kodratnya. Contoh, misalnya yang berjenis kelamin laki-laki tetapi berperilaku seperti perempuan maupun sebaliknya, hal itu sangat dilarang agama.
“Dan sifat seperti itu adalah menyebabkan bisa jadi penyakit mental yang harus dijauhi dan bisa mendorong seseorang melakukan hal-hal yang dilarang Allah SWT seperti homoseksual baik itu lesbi maupun gay,” ujar dia.