JAKARTA - Proyek pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, tinggal menunggu waktu setelah ditetapkannya Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-undang IKN dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa, 18 Januari.
Pembahasan UU ini terbilang cepat karena hanya menghabiskan waktu 43 hari, terhitung sejak 7 Desember 2021 hingga disahkan 18 Januari 2022. Nantinya, Ibu Kota yang disepakati bernama Nusantara ini dipimpin oleh Ketua Otorita yang dipilih langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Hal ini tercantum dalam UU IKN, menurut pasal 9 Berdasarkan Pasal 9 UU IKN :
Pasal 1 “Otorita IKN Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita IKN Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR”
Nama-nama tenar pun bermunculan untuk mengisisi posisi tersebut seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang saat ini menjabat sabagai Komisaris Utama PT Pertamina, Bambang Brodjonegoro pernah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, Tumiyono yang saat ini ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, dan nama terakhir adalah politikus PDIP Abdullah Azwar Anas. Eks Bupati Banyuwangi itu kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Lalu apa saja yang menjadi kewenangan Ketua Otorita dalam mengelola IKN Nusantara? Tim VOI.id mencoba merangkumnya.
BACA JUGA:
Bisa Menjabat Selamanya
Berdasarkan Ayat (1) Pasal 10 UU IKN :
“Kepala Otorita IKN Nusantara dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama.”
Selama masih belum ada peraturan perundang-undangan yang merupakan turunan dari UU IKN yang mengatur soal pembatasan masa jabatan Kepala Otorita maka orang yang dipercaya oleh Presiden akan bisa menjabat terus menerus.
Mengelola Dana Pembangunan 500 Triliun
Skema pembiayaan proyek pemindahan ibu kota negara diatur dalam UU IKN. Hanya saja, proyek pembangunan IKN Nusantara membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Seperti pernah diungkap Presiden Joko Widodo, pemindahan ibu kota setidaknya akan menelan anggaran hingga Rp 501 triliun.
"Yang pertama, pembangunan ibu kota baru Indonesia. Untuk membangun ibu kota baru setidaknya dibutuhkan dana sebesar 35 miliar dolar AS (sekitar Rp 501 triliun)," kata Jokowi saat menghadiri Indonesia–PEA (Persatuan Emirat Arab) Investment Forum yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), Kamis, 4 November.
Hal ini tercantum dalam Pasal 23 UU IKN:
Ayat (1): “Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN Nusantara, kekuasaan Presiden sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada Kepala Otorita IKN Nusantara”
Ayat (2): “Kepala Otorita IKN Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang untuk IKN Nusantara”
Diutamakan Dalam Hal Membeli Tanah
Berdasarkan Pasal 17 UU IKN:
“Otorita IKN Nusantara memiliki hak untuk diutamakan dalam pembelian Tanah di IKN Nusantara.”
Menggugurkan Beberapa Perundang-Undangan
Agar memudahkan tugas Kepala Otorita dan pembangunan berjalan dengan baik serta berlakukan UU IKN maka semua perundang-undangan atau peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan pembangunan menjadi tidak berlaku lagi.
Hal ini tercantum dalam Pasal 27 UU IKN:
Huruf a:
"Seluruh ketentuan peraturan perundang- undangan yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur khusus dalam Undang-Undang ini"
Huruf b:
"Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah dinyatakan tidak berlaku dalam hal kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN"