JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) terhadap lima jenis atau merek vaksin untuk penggunaan vaksinasi dosis ketiga atau booster.
Hal ini ditetapkan setelah BPOM melakukan pengkajian kemanan, khasiat, dan mutu terhadap beberapa vaksin COVID-19 yang telah memperoleh EUA sebagai vaksin primer untuk dievaluasi sebagai vaksin booster berdasarkan data khasil uji klinik terbaru yang mendukung.
"Kami melaporkan ada lima vaksin yang telah mendapatkan emergency use authorization (vaksin booster)," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam konferensi pers virtual, Senin, 10 Januari.
Ada pun kelima merek vaksin tersebut adalah CoronaVac (Sinovac), Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Zifivax. BPOM membagi klasifikasi vaksin booster berdasarkan homolog atau pemberian dosis vaksin booster menggunakan merek yang sama dari sebelumnya, dan heterolog atau dosis booster dengan merek berbeda dari sebelumnya.
Penny menjelaskan, vaksin CoronaVac merupakan vaksin produksi PT Bio Farma dari bahan baku Sinovac. CoronaVac digunakan untuk booster homolog.
"Vaksin CoronaVac PT Bio Farma ini adalah untuk booster homologous yang akan diberikan sebanyak satu dosis setelah enam bulan dari vaksinasi primer dosis lengkap CoronaVac untuk usia 18 tahun," jelas Penny.
BACA JUGA:
Kemudian vaksin Pfizer digunakan untuk booster homolog dengan platform mRNA yang diberikan sebanyak satu dosis minimal setelah enam bulan dari vaksinasi primer untuk usia 18 tahun ke atas. Kemudian, vaksin AstraZeneca juga digunakan untuk booster homolog.
Selanjutnya, vaksin Moderna akan digunakan sebagai vaksin booster homolog dan heterolog dengan dosis setengah. Heterolog vaksin moderna dapat digunakan dari vaksin primer AstraZeneca, Pfizer, dan Jansen.
Terakhir, vaksin Zifivax yang akan digunakan untuk vaksin heterolog. "Ini untuk booster heterolog dengan primer Sinovac atau Sinopharm. Diberikan setelah 6 bulan ke atas," imbuhnya.