Bagikan:

MAKASSAR - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel) melimpahkan berkas perkara tahap satu 13 tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar setelah dinyatakan P21, ke penyidik Kejaksaan Tinggi Sulsel.

"Sudah dilimpahkan berkasnya, ini masih nunggu hasil koordinasi (kejati) dan masih berproses," kata Kepala Penyidik Sub Bagian Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Tipikor Polda Sulsel Kompol Fadli dikutip Antara, Senin, 3 Januari. 

Meski 13 tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Sulsel sejak Kamis, 30 Desember 2021, sejauh ini, kata dia, belum ada yang mengajukan penangguhan penahanan. Sebab, pihaknya masih menahan para tersangka sambil menunggu koordinasi penjemputan dari pihak Kejati Sulsel.

"Sampai saat ini belum ada (laporan penangguhan penahanan tersangka) masuk ke saya," ujar Kompol Fadli.

Sebelumnya, dari hasil ekpose Polda Sulsel beberapa waktu lalu pada 13 tersangka, seperti Kepala Dinas Kesehatan Makassar Andi Naisyah Tun Azikin (AN) berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Kemudian, Sri Rahmayani Malik (SR) PNS Pemkot Makassar sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), disusul Muh Alwi (MA) PNS Pemkot Makassar sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Selanjutnya, Hamsaruddin (HS), Mediswaty (MW), dan Andi Sahar (AS) berperan selaku Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Makassar.

Berikutnya, Firman Marwan (FM) PNS Pemkot Makassar berperan sebagai Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Andi Erwin Hatta Sulolipu (AEHS) sebagai Direktur PT Tri Mitra Sukses Sejahtera, Muhammad Kadafi Marikar (MK) sebagai Direktur PT Sultana Nugraha, dan Andi Ilham Hatta Sulolipu (AIHS) Kuasa Direktur PT Sultana Nugraha.

Lalu, Konsultan Inspektur Pengawasan CV Sukma Lestari masing-masing Dantje Runtulalo (DR), Anjas Prasetya Runtulalo (APR) serta Ruspiyanto (RP).

Dalam kasus korupsi berjamaah itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp22 miliar. Proyek pembangunan rumah sakit tipe C terletak di Jalan Abdulah Daeng Sirua dianggarkan APBD sebesar Rp25,5 miliar, dan dimulai tahun 2018.

Kasus ini mulai diusut pada Desember 2020 oleh pihak kepolisian, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Polisi menjerat 13 tersangka ini dengan Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1E KUHP.