JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah mengusulkan kepada panitia kerja (panja) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk memasukkan kembali pasal pemaksaan aborsi. Sebelumnya pasal itu dihapus dari draf RUU TPKS.
Luluk tak ingin kasus mahasiswi berinisial NW yang menjadi korban pemaksaan aborsi dan berujung bunuh diri terulang kembali.
"Kita tahu seorang perempuan yang korban pemaksaan aborsi, maka ini mengingatkan pada perdebatan kita di awal bahwa apakah perlu yang namanya pasal pemaksaan aborsi itu harus ditiadakan dalam RUU ini. Walaupun alasan pada waktu itu (pasal pemaksaan aborsi, red) telah diharmonisasi dengan undang-undang yang ada," ujar Luluk dalam rapat Baleg DPR di gedung DPR, Jakarta, Rabu, 8 Desember.
Menurutnya, undang-undang yang ada saat ini belum mengakomodasi pasal pemaksaan aborsi. Sekalipun ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kata Luluk, belum ada penjelasan rincinya.
"Bahkan di rancangan KUHP yang kemarin sempat saya baca untuk bisa melihat apakah pemaksaan aborsi itu benar-benar sudah ada di dalam RKUHP, ternyata (saya, red) juga tidak melihat semangat itu tercantum di sana," kata Luluk.
Luluk lantas membacakan kalimat yang ia usulkan untuk dijadikan pasal pemaksaan aborsi, yaitu "Setiap orang yang melakukan penghentian kehamilan perempuan dengan kekerasan ancaman kekerasan, ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, ketidak berdayaan atau tanpa persetujuan tersebut dipidana karena pemaksaan aborsi dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran restitusi dan tindakan korektif."
BACA JUGA:
Luluk berharap tambahan tersebut dapat dicantumkan sebelum RUU TPKS diplenokan pada siang ini. "Karena melihat peristiwa yang dialami oleh NW seorang perempuan mahasiswa di kampus yang reputasinya nasional, pemaksaan aborsi itu sesuatu yang nyata. Bukan diada-adakan," tegasnya.
Sebagai informasi, rapat pleno RUU TPKS sedianya akan dilaksanakan pada pukul 14.00 WIB untuk menentukan apakah RUU TPKS dapat dibawa ke rapat paripurna sebagai hak inisiatif DPR atau kembali gugur dan tidak dapat disahkan menjadi undang-undang.