JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio menyambut baik terpilihnya Microlibrary Warak Kayu sebagai Popular Choice Winner kategori arsitektur perpustakaan.
Perpustakaan Micro atau Microlibrary Warak Kayu terpilih menjadi Popular Choice Winner pada kategori arsitektur perpustakaan menurut Architizer A+ Awards 2020. Diharapkan, pencapaian ini dapat menjadi daya tarik wisata baru di Semarang, Jawa Tengah.
“Saya berharap dengan memanfaatkan kayu sebagai bahan ramah lingkungan dan teknik konstruksi dapat memberikan motivasi bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia untuk bisa menghasilkan karya-karya yang kreatif dan inovatif. Sehingga dapat mendorong potensi pariwisata di Semarang agar semakin meningkat dan menciptakan sustainable tourism,” kata Wishnutama dilansir dari laman resmi Kemenparekraf, Sabtu, 8 Agustus.
Architizer A+ Awards merupakan kompetisi yang memusatkan pada arsitektur dan produk arsitektur terbaik di dunia. Diikuti lebih dari 100 negara dan dinilai lebih dari 400.000 pemilih. Architizer A+ Awards diselenggarakan di New York setiap tahun.
BACA JUGA:
Direktur & Founder SHAU Indonesia, Florina Henzelman mengatakan Microlibrary Warak Kayu memiliki tujuan utama untuk meningkatkan minat baca masyarakat, terutama anak-anak di lingkungan berpenghasilan rendah.
“Kami melihat minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Oleh karena itu, kami berupaya untuk meningkatkannya dengan membuat microlibraries yang menjangkau masyarakat dengan strategi merangkul ruang-ruang komunitas. Tidak hanya perpustakaan saja, tetapi ada unsur bermain dan berkumpul bersama,” kata Florina.
Nilai tambah dari perpustakaan ini adalah lokasinya yang terletak di pusat kota, tepatnya di Taman Kasmaran. Destinasi ini juga memiliki pemandangan yang indah ke Kampung Pelangi sehingga mampu mencuri perhatian voters dunia.
Microlibrary merupakan inisiasi SHAU (Suryawinata Haizelman Architecture Urbanism) Indonesia yang berkolaborasi dengan berbagai stakeholder, dimana ada pemerintah, CSR, foundation, dan komunitas.
“SHAU Indonesia merancang arsitektur bangunan, sementara PT Kayu Lapis Indonesia memasok kayu-kayu hasil olahan limbah pabrik yang sudah tidak terpakai. Lalu, Pemerintah Daerah Semarang menyediakan lahan dan izin pembangunan, serta perusahaan swasta yang menanggung biaya pembangunannya. Adapun Harvey Center yang mengelola perpustakaan ini agar dapat digunakan oleh masyarakat tanpa dipungut biaya,” kata Florina.
Florina juga menjelaskan, Microlibrary Warak Kayu mereferensi konsep ‘rumah panggung’ tradisional Indonesia yang terbuka. Teknik ini mengatur alur ventilasi udara, pencahayaan, dan konsep multifungsi suatu ruangan. Sehingga ada ruang pada bagian bawah untuk berbagai kegiatan yang bisa dilakukan warga.
“Ada elemen ‘seating tribune’ yang bisa dipakai untuk duduk, aktivitas workshop, atau berkumpul. Ada ayunan kayu untuk anak-anak, serta di dalam perpustakaan ada jaring atau net yang dapat digunakan untuk membaca,” ujar Florina.
Sementara itu, Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, mengatakan antusiasme masyarakat terhadap Perpustakaan Micro Warak Kayu sangat tinggi.
“Konsep rumah panggung sebagai perpustakaan micro ini sangat menarik perhatian warga untuk datang. Selain itu, Microlibrary ini akan menjadi bagian dari rute baru pariwisata kota, di mana akan ada bus tur gratis, yang diharapkan akan menarik minat wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara,” ujar Hendrar