UMP Sudah Diketok Para Gubernur, Komisi IX DPR Bicara Lagi soal Duduk Bersama Capai Kesepakatan
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay/DOK VOI-Nailin In Saroh

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) semestinya harus melalui pertemuan tiga pihak. 

Artinya, ada pembicaraan yang melibatkan pemerintah, para pekerja dan pengusahanya. Sebab menurutnya, dengan adanya trilateral itu akan dicapai kesepakatan.

"Memang tentu tidak semua memuaskan semua pihak. Berapa pun misalnya kenaikan itu tentu para pekerja kita minta ditambah lagi. Begitu pun dengan para pengusaha pasti dianggap agak susah di tengah situasi ekonomi yang sulit sekarang ini. Jadi semua ini harus dijaga bagaimana caranya supaya kepentingan pekerjanya dapat, kepentingan pengusahanya dapat," ujar Saleh di gedung DPR, Senin, 22 November. 

"Nah yang melakukan itu siapa? Ya pemerintah, karena pemerintah ada di dalam trilateral meeting itu. Jadi saya kira itu yang harus kita tekankan," tambahnya.

Terkait penetapan yang diputus oleh Pemprov DKI Jakarta, Saleh menilai, harus dikomunikasikan secara baik. Baik dari segi organisasinya maupun bagi para pekerja.

"Jadi serikat pekerja, organisasinya harus tahu supaya bisa mensosialisasikannya di tengah-tengah masyarakat begitu," katanya

Guna keadilan, Saleh menyarankan agar semestinya tiga unsur yakni pemerintah, perusahaan dan pekerjanya bisa duduk bersama.

"Pemerintah ada di tengah. Pemerintah nggak boleh ke kiri, nggak boleh ke kanan. Dia harus di tengah untuk jaga apa? Jaga kepentingan pekerja, jaga kepentingan pengusaha. Bayangin kalo pengusahanya nggak mau investasi, siapa yang rugi? Rugi pemerintah, rugi pekerja. Kalau pekerjanya mogok dan ribut, yang rugi siapa? Ya kita semua rugi. Nah, ini yang harus dijaga makanya harus ada pertemuan itu," sebutnya.

Menurut Saleh, Kementerian Ketenagakerjaan susah cukup progresif karena sudah mengumumkan kenaikan UMP lebih dulu. Artinya, kata dia, Kemenaker sudah mencoba menginisiasi di depan dan sudah memutuskan 1,09 persen secara rata-rata nasional. 

"Itu kan sebetulnya satu panduan yang sudah ditetapkan oleh kementerian tenaga kerja, artinya mereka sudah bekerja melakukan itu tanpa didorong-dorong, diributin dulu. Walaupun itu belum tentu memuaskan semua pihak. Sekali lagi untuk memuaskan semua pihak, itu nggak mudah, susah. Kepentingannya macam-macam apalagi di tengah situasi ekonomi seperti sekarang. Susah nyari investor yang betul-betul tangguh di tengah situasi yang seperti ini," papar Saleh Daulay.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan rata-rata kenaikan upah minimum (UM) secara nasional mencapai 1,09 persen tahun depan. Angka itu diperoleh dengan menggunakan formulasi penghitungan baru yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang Pengupahan.

Ida mengatakan penyesuaian UM dengan mengacu pada aturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk mengatasi kesenjangan pengupahan antara daerah. Selain itu, kata Ida, formulasi pengupahan dengan metode baku itu diharapkan dapat menjaga stabilitas iklim usaha dalam negeri.

“Ada pun besaran upah minimum saat ini hampir di seluruh wilayah Indonesia sudah melebihi median upah bahkan Indonesia satu-satunya negara dengan Kaitz Index lebih besar dari satu di mana idealnya berada di kisaran 0,4 sampai 0,6,” tuturnya. 

Sementara, Pemerintah provinsi (PemproV) DKI Jakarta telah menetapkan Upah Minimum Provinsi atau UMP DKI Jakarta tahun 2022 sebesar Rp 4.453.935. Angka ini naik Rp 37.749 dibandingkan UMP 2021 yang sebesar Rp 4.416.186.