Bagikan:

JAKARTA – Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat (Jabar) mengalami kenaikan, sebesar Rp Rp1.841.487,31 di tahun 2022. Kenaikan sebesar 1,72 persen jika dibandingkan dengan nilai UMP Tahun 2021.

"Terkait besaran untuk UMP Tahun 2022 adalah Rp1.841.487,31. Kurang lebih naik dua persen dari UMP Tahun 2021. Jadi kenaikan dibandingkan UMP 2021 sebesar 1,72 persen," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Setiawan Wangsaatmaja mengutip Antara, Sabtu 20 November.

Kebijakan tentang UMP Provinsi Jawa Barat Tahun 2022 tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561 Tahun 2021 dan berlaku sejak 20 November Tahun 2021.

Kata Setiawan, penetapan UMP Jabar Tahun 2020 didasarkan pada sejumlah undang-undang seperti Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, lalu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Sesuai dengan formula perhitungan dalam PP Nomor 36 Tahun 2021, kata Setiawan, yang mencantumkan ada batas atas dan bawah serta indikator upah minuman tahun berjalan maka ada 11 kabupaten/kota di Jabar yang tidak ada kenaikan (UMK/upah minimum kabupaten/kota).

"Apabila batas atas (UMP) sudah dilampaui oleh UMK tahun berjalan, artinya kita harus mengikuti dari tahun yang berjalan ini. Tidak ada kenaikan. Dan 16 kabupaten/kota terdapat kenaikan dengan rata-rata kenaikan 1,60 persen," kata dia.

Lebih lanjut, Setiawan juga mengatakan alasan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561 Tahun 2021 dan berlaku sejak 20 November Tahun 2021 disampaikan pada Jumat malam karena tanggal 21 November 2020 jatuh pada hari libur.

"Keputusan gubernur ini berlaku sejak kemarin tanggal 20 November 2021. Kenapa malam ini kita sampaikan karena besok jatuhnya di tanggal 21 (November) tapi karena tanggal 21 hari libur maka keputusan gubernur ini dikeluarkan tanggal 20 November 2021," jelas Setiawan.

Ia juga menyampaikan, penetapan tentang pengupahan ini juga merupakan proyek strategis nasional yang diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 bahwa pemerintah atau kepala daerah wajib melaksanakan proyek strategis nasional.

"Nah, apabila kita tidak melaksanakan, artinya kita bisa kena sanksi. Sanksi apabila gubernur tidak melaksanakan akan dikenai sanksi oleh menteri, kalau bupati atau wali kota tidak melaksanakan akan disanksi oleh gubernur," jelas Setiawan.