Sejumlah Masalah Krusial yang Harus Diperhatikan Terkait Mafia Pelabuhan
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meminta aparat penegak hukum menyikat habis mafia pelabuhan yang meresahkan. Tapi, ternyata ada sejumlah masalah krusial yang harus dibereskan untuk mencegah praktik ilegal ini terus berulang.

Praktik mafia di pelabuhan yang ada di Tanah Air membuat Luhut muak. Ia meminta aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan kejaksaan untuk berani menindak tegas oknum nakal yang selama ini telah merugikan banyak pihak.

"Saya mohon KPK dengan kejaksaan, polisi, ayo, kita rama-ramai bentuk task force untuk memonitoring ini. Saya kira bagus dipenjarakan," kata Luhut saat bicara dalam acara yang ditayangkan secara daring.

Geram dengan permainan curang para mafia ini, Luhut berharap agar aparat penegak hukum dapat memenjarakan mereka. "Sudah jelas orang begini masih macam-macam, saya sudah bilang Pak Pahala (Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan), ayo kita bawa orang ini sudah jelas merusak sistem kita diganti atau dipenjarakan," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkap ada empat masalah krusial yang harus dibereskan untuk dapat menyikat habis para mafia pelabuhan. Masalah pertama, masih ditemukannya otoritas pelabuhan dan kebandaraan yang tidak menggunakan sistem aplikasi Indonesia Port Integration (Inaportnet).

Padahal aplikasi tersebut harusnya digunakan saat memberi pelayanan, monitoring, dan evaluasi. "Serta belum terintegrasinya dengan pelayanan badan usaha pelabuhan. Hal ini mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan negara," kata Firli dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan," ungkap Firli.

Berikutnya, masih ditemukannya pemberian jasa layanan pelabuhan yang tidak terekam dalam sistem. Firli bilang, hal ini mengindikasikan hal ini masih dilakukan dengan cara manual dan membuat praktik korupsi rawan terjadi.

"Dalam kata lain masih dilakukan dengan cara manual dan hal tersebut dinilai menjadikan besaran pembayaran pengguna jasa pelabuhan tak sesuai sebagaimana mestinya sehingga rawan terjadi korupsi," jelas eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

Selanjutnya, ditemukannya ketidaksesuaian kebutuhan, kualifikasi, kelembagaan, dan proses implementasi kerja pada proses bongkar muat di pelabuhan juga jadi masalah. Padahal praktik ini, kata Firli, tak hanya merugikan pengguna jasa tapi juga merugikan pelaksanaan bongkar muat itu sendiri karena panjangnya birokrasi.

Terakhir, dia mengatakan masih ditemukannya layanan jasa pelabuhan yang belum terintegrasi satu sama lain seperti layanan karantina dan keterbatasan sumber daya manusia.

"Tentu ini adalah PR kita bersama, dan saya berharap melalui forum ini, strategi nasional pencegahan korupsi bisa dioptimalkan, sehingga layanan semakin mudah, waktu semakin pendek dan biaya semakin murah. Apa yang kita peroleh kita tanamkan investasi untuk negara kita. Begitu banyak sumber yang bisa kita gali," pungkas Firli.