Bagikan:

JAKARTA - Politikus Partai Demokrat Hinca Panjaitan menilai, masalah sejumlah menteri yang belum memiliki aura krisis penanganan COVID-19 bersumber dari Presiden Joko Widodo sendiri. 

"Jika Presiden mengatakan para menteri yang lagi-lagi belum memiliki aura krisis, artinya aura krisis itu sendiri belum dimiliki presiden sepenuhnya," kata Hinca kepada VOI, Selasa, 4 Agustus.

Menurut dia, jika Jokowi sebagai pemimpin sudah memiliki aura krisis dalam penanganan COVID-19, maka kejadian seperti itu tidak akan terjadi. Para menteri akan menjalankan tugas dengan baik. Tidak seperti saat ini, kinerja menteri yang selaku dikeluhkan oleh Jokowi.

"Keluhan yang berulang adalah kesalahan awal manajemen krisis yang dipimpin oleh Pak Jokowi," kata dia.

Oleh sebab itu, Hinca menyaranakan agar Jokowi bergerak cepat mengevaluasi para menteri yang tidak mampu bekerja dalam situasi darurat dan tak perlu mempertontonkan masalah dalam jajaran kabinetnya.

"Kita butuh pemimpin yang cepat dan tepat mengambil tindakan, bukan menjual tontonan. Kita butuh menteri yang mampu bekerja dalam tekanan, bukan menteri yang hanya ciptakan sensasi dan keriuhan," ungkap dia.

Adapun sebelumnya Presiden Jokowi kembali menyentil jajarannya yang hingga kini belum menunjukkan kemampuan mereka bekerja di tengah suasana krisis akibat pandemi COVID-19. 

"Di kementerian, di lembaga, aura krisisnya betul-betul belum, ya, belum masih sekali lagi kejebak pada pekerjaan harian. Enggak tahu prioritas yang harus dikerjakan," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, kemarin. 

Jokowi juga kemudian menyinggung pada realisasi anggaran hingga urusan ekonomi yang terkait dengan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat masih sangat minim.

Jokowi bahkan menyebut total anggaran stimulus sebesar Rp695 triliun untuk penanganan COVID-19 baru 20 persen yang direalisasikan oleh kementerian dan lembaga. "Rp141 triliun yang terealisasi, sekali lagi, baru 20 persen masih kecil sekali," tegas dia.

"Penyerapan yang paling gede di perlindungan sosial 38 persen kemudian program UMKM 25 persen. Hati-hati ini, yang belum ada DIPA-nya saja gede sekali 40 persen, belum ada DIPA. DIPA saja belum ada gimana mau realisasi," imbuh dia.