Perkara Penyelundupan Pakaian di Tengah Wabah COVID-19
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi, saat menyampaikan tentang penyelundupan pakaian, Rabu 11 Maret. (Rizky Adytia Pramana)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah sebelumnya melonggarkan izin ekspor dan impor karena terjadinya kelangkaan bahan baku yang diakibatkan wabah virus Corona atau COVID-19. Padahal beberapa industri di Indonesia sangat bergantung dengan bahan baku yang berasal dari luar negeri.

Hanya saja, momentum itu justru dimanfaatkan pihak tertentu untuk meraup keuntungan dengan melakukan tindak pidana penyelundupan. Direktorat Jenderal Bea Cukai mengungkap sindikat penyelundupan pakaian, ban, serta karpet.

Dalam perkara ini, enam truk kontainer beserta sopir diamankan. Rencananya, mereka akan membawa 874 bale pakaian, 118 set ban, dan 57 rol karpet ke daerah Bandung, Jawa Barat.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, modus yang digunakan dalam perkara ini pun terbilang unik. Mereka menempelkan tanda harga pada setiap pakaian, sehingga seolah-olah terlihat barang baru. Padahal, barang-barang selundupan itu kemungkinan besar adalah barang rekondisi atau bekas.

"Mereka kelabui dengan menaruh tag harga ini dengan harga dolar AS dan masyarakat dikelabui dengan cara ini, seakan-akan barang baru keluar dari pabrik. Kemudian ini mereka setrika lagi dan mereka kasih harga yang beda," ucap Heru di Jakarta, Rabu, 11 Maret.

Berdasarkan hasil pemeriksaan para sopir truk, mereka mengantarkan barang ilegal itu atas permintaan dari satu pihak. Hanya saja, belum terungkap dalang dalam perkara ini.

Pakaian selundupan. (Rizky Adytia Pramana/VOI)

Selain itu, penindakan terhadap sindikan ini bukan hanya tak memiliki izin atau dokumen yang sah. Tindakan ilegal tersebut juga menggangu persaingan bisnis di Indonesia, terlebih pada saat ada wabah COVID-19 saat ini.

"Tentu pasti akan menganggu ekonomi nasional terutama mengganggu industri sejenis," tegas Heru.

Sementara, terkait dengan kronologi pengungkapan, semua bermula ketika adanya informasi intelijen terkait upaya penyelundan yang melalui jalur darat. Sehingga, penyelidikan pun dilakukan dan mendapat informasi jika tindak pidana itu menggunkan enam truk kontainer.

Hingga akhirnya, Jumat, 6 Maret, seluruh kendaraan pengangkut barang ilegal itu ditemukan dan diberhentikan ketika melintas di jalan tol Jakata-Cikampek kilometer 45. "Dari pemeriksaan juga diketahui kalau truk-truk yang diamankan ini berasal dari Sumatera Utara," kata Heru.

Kendati demikian, sejauh ini belum bisa dipastikan asal muasal barang-barang ilegal tersebut. Namun, jika melihat dari jenis barang, terutama pakaian, kemungkinan besar berasal dari negara yang memiliki empat iklim.

Hanya saja, berdarsakan jumlah dan taksiran harga, total kerugian negara akibat penyelundupan ini mencapai miliaran rupiah. "Jika ditotal, pakaian ilegal itu seharga Rp2,6 miliar. Untuk ban truk selundupan ditaksir seharga Rp236 juta dan karpet seharga Rp68 juta," ungkap Heru.

Pengawasan Ketika Wabah Corona

Dengan adanya perkara ini di tengah wabah Corona, pengawasan di kawasan perbatasan atau pintu masuk akan semakin ditingkatkan. Terlebih, jalur-jalur tikus atau pelabuhan kecil yang kerap digunakan sebagai akses penyelundupan pun terus di-monitoring.

Hanya saja, terkait dengan ekspor impor, semua keputusan ada di tangan pemerintah. Sehingga, Bea Cukai hanya melakukan semua hal yang sudah diputuskan.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi. (Rizky Adytia Pramana/VOI)

"Tentunya kami melaksanakan keputusan pemerintah. Kalau pemerintah mengatakan stop flight dari China, tentu kami lakukan. Kalo kemudian kami harus waspada dari negara-negara yang masuk daftar Corona tentunya kita bersinergi dengan Customs, Immigration and Quarantine (CIQ)," papar Heru.

Sementara, untuk dampak di sektor ekonomi, tak banyak yang bisa disampaikan. Sebab, belum ada langkah kongkrit yang diputuskan. Hanya saja, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan untuk mencegah turunnya ekonomi Indonesia lantaran wabah COVID-19.

"Ekspor kami dorong sehimgga tidak ada hambatan. Caranya mungkin nanti kami liat ada perlakuan khsusu kepada importir yang bereputasi baik sehingga tidak disamakan dengan importir bereputasi buruk," pungkas Heru.