Benarkah Darah Mantan Pengidap Virus Corona Bisa Mengobati Penyintas Yang Lain?
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang pejabat senior instansi kesehatan China meminta orang yang sudah pulih dari penyakit yang diakibatkan virus corona untuk mendonorkan darahnya Kamis 13 Februari lalu.

Pasalnya ada kemungkinan dalam plasma darah itu mengandung protein yang bisa digunakan untuk mengobati pasien yang sakit seperti dilansir The New York Times.

Seruan donasi darah bagi para mantan pengidap virus corona datang setelah perusahaan pelat merah China National Biotec Group mengumumkan bahwa antibodi tersebut berhasil menolong perawatan 10 pasien yang kritis dan mengurangi peradangan mereka dalam waktu 12 hingga 24 jam.

Pertanyannya apakah cara ini efektif? Menurut para ahli kesehatan, seperti diwartakan Live Science, pendekatan tersebut adalah cara yang masuk akal dan menjanjikan untuk merawat pasien virus corona yang tengah kritis.

Namun karena virus corona ancaman tingkat kematiannya rendah, bukan berarti semua cara "eksperimen" masuk akal untuk dilakukan. Para dokter harus waspada terhadap munculnya efek samping, kata para ahli. 

Untuk memahami bagaimana prinsip menggunakan plasma darah mantan pengidap virus corona, kira-kira seperti ini. Perlu diketahui bahwa antibodi merupakan protein yang membuat sistem kekebalan tubuh bisa melawan ancaman penyakit termasuk virus, bakteri, atau zat asing lainnya.

Setiap ancaman dari zat asing tersebut antiobodinya tidak sama. Sementara apabila tubuh diserang oleh virus baru, perlu waktu untuk sistem imun meningkatkan produksi antibodi baru.

Lalu apabila virus atau bakteri yang sama mencoba menyerang lagi di masa depan, tubuh akan mengenali ancaman itu dan bisa dengan cepat menghasilkan antibodi.

Sementara itu, orang yang baru saja pulih dari COVID-19 ini sudah punya antibodi terhadap virus corona yang beredar dalam darah mereka. Menyuntikan antibodi ke pasien yang sakit secara teoritis memang dapat membantu pasien melawan infeksi dengan lebih baik.

Dengan kata lain, perawatan tersebut akan mentransfer kekebalan pasien yang sudah pulih ke pasien yang masih sakit. Pendekatan ini lazim digunakan sebelumnya dalam menghadapi pandemi yang pernah terjadi sebelumnya.

"Saya senang mengetahui dalam keadaan memprihatinkan seperti sekarang ini, plasma dari para penyintas sedang berada dalam tahap pengujian," kata Carol Shoshkes Reiss, seorang profesor biologi dan ilmu saraf Universitas New York masih dilansir dari Live Science. Namun, mereka tetap perlu mengantisipasi kemungkinan efek samping dari perawatan tersebut.

Perlu diketahui bahwa pengobatan infus plasma seperti ini hanyalah salah satu dari banyak pilihan pengobatan yang dipertimbangkan para ahli untuk mengobati pengidap virus corona yang serakang telah menimbulkan hampir 70.000 kasus dan mengakibatkan 1.669 orang tewas per 16 Februari.