Tiga Dewan Pengarah Impor dalam Pembangunan Ibu Kota dan Alasan Penunjukannya
Perancang Sibarani Sofian menunjukkan desain Ibu Kota baru (Sumber: Kementerian PUPR)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah menetapkan tempat dan desainnya, kini pemerintah terus tancap gas untuk memindahkan ibu kota. Hal ini terbukti dengan sudah rampungnya Rancangan Undang-Undang terkait pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.

"Draf RUU ibu kota sudah rampung. Minggu depan, Insya Allah, kita akan sampaikan ke DPR," kata Presiden Joko Widodo kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 17 Januari.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut, RUU ini juga akan mengatur soal pembentukan Badan Otorita Ibu kota yang bertugas memimpin pembangunan dan pemindahan dari Jakarta ke wilayah Penajem Passer Utara dan Kutai Kertanegara.

Jika sudah terbentuk, Jokowi mengatakan, badan ini harus dipimpin oleh orang yang memahami ekonomi global, urban planning atau tata kota serta mempunyai jaringan di dunia internasional. "Itu yang dicari. Harus kelas berat," tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Jokowi menjelaskan sesuai dengan draf RUU tersebut, ibu kota baru tak akan dibangun di atas provinsi baru. Jika tak ada perubahan saat dibahas di DPR, menurutnya, ibu kota baru ini akan masuk ke wilayah administratif di Provinsi Kalimantan Timur.

Impor tiga dewan pengarah

Untuk membantu proses pemindahan ibu kota, selain membentuk Badan Otorita Ibu Kota, Jokowi juga mengimpor tiga orang dewan pengarah. Ketiga orang tersebut adalah Putra Mahkota Abu Dhabi Syekh Mohammed bin Zayed Al Nahyan (MBZ), pendiri SoftBank dan Chief Executive Officer dari SoftBank Mobile Masayoshi Son dan mantan Perdana Menteri Inggris periode 1997-2007 Tonny Blair.

Jokowi pun memaparkan alasannya memilih tiga nama tersebut. Menurut dia, tiga nama yang dipilihnya menjadi dewan pengarah ibu kota baru merupakan orang yang mempunyai reputasi baik di dunia internasional.

Nantinya, mereka bertiga, kata Jokowi bakal mengarahkan pemindahan ibu kota sementara penyelesaian masalah operasional bakal dilakukan oleh pemerintah.

Meski mengimpor dewan pengarah dari luar negeri tapi Jokowi bilang tak ada gaji bagi tiga orang tersebut karena tak mampu. Apalagi, ketiga orang ini tentunya punya sudah memiliki harta kekayaan yang luar biasa. Sebut saja seperti Syekh Mohammed bin Zayed (MBZ).

Putra Mahkota Abu Dhabi ini punya kekayaan dengan nilai yang fantastis, yaitu mencapai USD1,4 triliun. Maka, dengan kekayaan seperti itu, Jokowi saja tak bisa membayangkan berapa gaji yang harus diterima oleh Pangeran MBZ.

"Tadi sudah saya sebutkan angkanya US$1,4 triliun, tidak kuat kami gajinya. US$1,4 triliun, triliun dolar AS loh. Bayangkan saja," ungkapnya.

Alih-alih gaji, Jokowi bilang, pemerintah Indonesia hanya mampu memberikan penghargaan pada mereka karena sudah mau menjadi dewan pengarah. "Kami kan negara yang besar, jangan pesimis begitu. (Menjadi dewan pengarah) ibu kota negara itu penghargaan, untuk duduk di dewan pengarah perpindahan ibu kota negara. Ini kerjaan besar dan akan jadi sejarah," tutupnya.