Kalah di Pilkada 2024, Dinasti Ratu Atut Masih Berpotensi Bangkit di Banten

JAKARTA – Pilkada 2024 di wilayah Banten bak menjadi mimpi buruk bagi dinasti Ratu Atut Chosiyah. Calon-calon kepala daerah dari dinasti penguasa Banten dalam beberapa dekade terakhir itu harus mengakui kemenangan rival-rivalnya.

Di Pilgub Banten, Airin Rachmi Diany yang berpasangan dengan Ade Sumardi kalah dari Andra-Dimyati usai hanya meraup 2.449.183 atau 44,12 persen suara berbanding 3.102.501 suara atau 55,88 persen suara.

Di Pilbup Serang, anak Ratu Atut, pasangan Andika Hazrumy-Nanang Supriatna harus mengakui keunggulan pasangan Ratu Rachmatuzakiyah-Najib Hamas. Di Pilwakot Serang, adik tiri Ratu Atut, Ratu Ria Maryana yang berpasangan dengan Subadri Ushuludin kalah dari pasangan Budi Rustandi-Nur Agis Aulia.

Satu-satunya calon kepala daerah dari dinasti Ratu Atut yang berhasil memenangi pilkada di Banten adalah keponakan Atut, Pilar Saga Ichsan. Pilar yang merupakan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) berpasangan dengan Benyamin Davnie sebagai calon wakil wali kota mampu mengalahkan pasangan pasangan Ruhamaben-Shinta Wahyuni Chairuddin.

Menurut pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan, tumbangnya dinasti Ratu Atut di Pilkada 2024 sangat mungkin disebabkan kekecewaan masyarakat Banten terhadap kinerja mereka yang selama ini menguasai Banten.

“Sama dengan kasus tumbangnya PKS di Depok. Bisa jadi karena kepemimpinan PKS selama ini belum memberikan yang baru terhadap masyarakat Depok. Dominasi dinasti Atut belum memberikan hal signifikan bagi kemajuan Banten sehingga masyarakat punya mimpi berharap ada perubahan melalui perubahan kepemimpinan,” ujarnya, Minggu 15 Desember 2024.

Dia mengungkapkan, dengan kekalahan Airin dan kawan-kawan, penguasaan Banten terpecah pada dinasti Jayabaya dan dinasti Natakusumah. Tapi, Bakir menilai dinasti Ratu Atut masih peluang untuk bangkit dan kembali mendominasi Banten. Apalagi jika kinerja para penguasa Banten nantinya tak lebih baik ketimbang saat Banten dikuasai dinasti Ratu Atut.

“Satu dinasti jatuh dinasti lainnya yang naik. Jadi, realitas politik masyarakat kita yang belum sepenuhnya berpijak pada politik yang rasional atau politik yang mengedepankan pada kompetensi masih terbuka tumbuhnya dinasti politik. Dalam kondisi seperti ini maka keberadaan dinasti politik akan terus punya peran di dalamnya,” tukas Bakir.