Kesempatan Langka yang Dilewatkan LAPAN, Setelah Terjualnya Batu Meteor Milik Josua

JAKARTA - Nama Josua Hutagalung (33), warga Kolang, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara jadi perbincangan publik. Pasalnya, ia sempat menjual bongkahan batu meteor dengan harga fantastis. 

Tak bisa dijelaskan apakah bongkahan batu meteorit yang jatuh di rumah, Josua berasal dari hujan meteor Perseid beberapa waktu lalu. Pasalnya fenomena antariksa itu memang sedang melintas dan terlihat jelas di langit Indonesia. 

"Belum bisa kita mengatakannya itu dari hujan meteor Perseid, kenapa? Karena ya kita harus bedah dulu itu, dipastikan tipenya apa, kemudian kandungannya seperti apa," ungkap Peneliti Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Rhorom Priyatikanto kepada VOI, Jumat, 20 November.

Berdasarkan catatan LAPAN, pada Agustus lalu memang terjadi fenomena hujan meteor Perseid. Fenomena tersebut terjadi ketika orbit komet raksasa 109P berada dekat dengan Bumi. 

Debu dan serpihan-serpihan komet tersebut bergesekan dengan atmosfer Bumi dan meninggalkan jejak bintang jatuh. Diperkirakan ada lebih dari 500 serpihan meteor yang mungkin jatuh ke Bumi.  

Menyoal mahalnya harga dari bongkahan meteor, Rhorom tak ingin berspekulasi lebih jauh. Pasalnya ada campur tangan kolektor dalam transaksi jual beli batu meteor yang ditemukan oleh Josua. 

"Saya dengar itu ada peran kolektor ya di sana. Nah kalau sudah kolektorkan ya macam-macam faktor," imbuhnya. 

Diketahui, batu luar angkasa alias meteorit seberat 2,2 kg jatuh dan menimpa atap rumah Josua Hutagalung. Batu itu kemudian dijualnya kepada seorang ahli meteor bernama Jared Colins, sebeberat 1,800 gram yang dihargai Rp200 juta. 

Namun belakangan diberitakan media asing seperti The Sun, yang menyebutkan jika bongkahan batu meteor milik Josua bisa dihargai 757 Poundsterling atau setara Rp14,1 juta (dengan kurs Rp14.000) per gram. Artinya, batu milik Joshua tersebut setara dengan Rp26 miliar.

Media pemberitaan menyebutkan jika batu meteor tersebut diklasifikasikan sebagai Carbonaceous Chondrite atau CM1/2, sebuah varietas meteorit yang tergolong langka. Di mana menurut para ilmuwan, batu meteor tersebut diyakini mengandung asam amino unik dan elemen kuno lainnya yang mungkin bisa menjawab asal muasal kehidupan, sekitar 4,5 miliar tahun lalu.

"Kalau seandainya kita menemukan meteor semacam itu, ada potensi kita bisa mempelajari asal usul Tata Surya kita, bagaimana kondisi di awal terbentuknya itu," ungkap Rhorom.

Tak Disadari LAPAN 

Sangat disayangkan memang jika batu meteor yang ditemukan Josua telah lebih dulu dijual, sebelum diteliti oleh LAPAN atau pusat studi Indonesia lainnya. Rhorom mengakui, jika pihaknya kurang memperhatikan aspek tersebut selain pengamatan antariksa. 

"Jadi secara fungsi, LAPAN itu memang ada bagian yang concern atau memperhatikan aspek bahaya atau potensi bencana benda jatuh antariksa, baik itu alami maupun buatan. Nah kami fokus pada langkah mitigasinya dan pemantauannya," kata Rhorom

Untuk saat ini LAPAN hanya bisa memantau perlintasan antariksa. Namun, untuk melakukan penelitian, menurut dia, ada lembaga lain yang memang memiliki alat untuk meneliti jenis-jenis bebatuan.

"Nah sementara kalau untuk studi mengenai apa itu meteor seperti kandungan dan sebagainya, memang kami tidak punya atau bagian dari LAPAN yang fokus ke studi tersebut. Tidak ada ahli batuan, tidak ada ahli meteor yang menjadi peneliti di LAPAN atau fokus menangani meteor," tambahnya.

Di sisi lain, LAPAN memang tidak punya mekanisme beli atau transaksi untuk batu-batuan mineral termasuk meteor bila ditemukan oleh warga. Dirinya hanya mengingatkan, jika ada warga yang menemukan benda-benda asing, sebaiknya melapor ke pihak terkait sehingga ada tindak lanjut penelitian yang diambil pihak berwenang.

"Secara aturan juga tidak ada itu, kalau seandainya memang ada laporan dan memang mau diserahkan ke negara melalui Lapan ya silahkan saja. Tapi tidak ada mekanisme membeli batuan," lanjutnya.

Lebih lanjut, LAPAN menyadari jika ada potensi penelitian lebih lanjut di luar aspek antariksa. Rhorom berharap ke depannya, pihaknya akan lebih memfasilitas penelitian batu meteor secara khusus yang jatuh di Indonesia. 

Daftar Batu Meteor Paling Mahal di Dunia

Meski memiliki harga yang cukup fantastis, namun ternyata batuan meteor yang ditemukan Joshua itu bukan yang paling mahal di dunia. Ada beberapa meteor yang benar-benar memiliki harga yang super mengejutkan. Berikut daftarnya:

1. Meteorit Fukang (Rp28 miliar)

Meteroit ini merupakan salah satu batuan luar angkasa yang sangat langka. Komponennya terdiri dari pallasit yang terbuat dari besi-nikel yang di dalamnya terdapat kristal olivin (hijau). Para ilmuwan percaya hanya 1 persen dari semua meteorit yang jatuh di Bumi adalah pallasit.

Diperkirakan, meteroit ini berusia 4,5 miliar tahun, artinya batuan ini hampir seusia dengan planet kita atau lebih tua. Menurut laporan, meteroit ini ditemukqn pada tahun 2000 dan, namanya pun diambil dari lokasi jatuh meteroit tersebut.

2. Meteorit Brenham (Rp14,78 miliar)

Meteorit Brenham berbentuk seperti perisai dan merupakan meteorit pallasite yang ditemukan di dekat Haviland, Kiowa County, Kansas, AS. Pallasite adalah sejenis meteorit berbatu-besi yang bila dipotong dan dipoles akan menunjukkan kristal olivin (peridot) kekuningan

3. Meteorit Willamette (Rp14,04 miliar)

Pada Oktober 2007, pecahan meteorit bernilai jutaan euro ini ditawarkan untuk dijual di New York, dan disumbangkan oleh American Museum of Natural History. Meteorit ini diyakini sebagai salah satu meteorit terbesar yang ditemukan di Bumi pada 1902, karena memiliki berat lebih dari 16 ton.

4. The Conception Junction Meteorite (Rp11,94 miliar)

Ditemukan secara tidak sengaja oleh petani di Conception Junction Missouri. Universitas St. Louis pada 2006 lalu, peneliti mempercayai meteorit ini pernah menjadi bagian dari asteroid yang mengorbit antara Mars dan Jupiter.

Mereka juga mengidentifikasi batuan antariksa itu sebagai pallasite, dengan kristal olivin di dalamnya. Mereka ditaburkan di seluruh permukaan besi-nikel.

>

5. Meteorit Mata Air (Rp8,43 miliar)

Meteorit pallasit seberat 117 pon ini diperkirakan berusia 4,5 miliar tahun saat ditemukan di sebuah peternakan di Saskatchewan, Kanada pada 1931. Kandungannya pun terdapat mineral olivin dalam jumlah besar.

Ketika diiris dan dipoles kristal olivin yang indah dapat terlihat jelas, sesuatu yang dapat membuat meteorit pallasite sangat diminati oleh para kolektor. Itu dibeli oleh Royal Ontario Museum di Toronto seharga Rp8,43 miliar.

6. Meteorit Mars Zagami (Rp6,3 miliar)

Meteorit Mars Zagami mendarat di Nigeria pada tahun 1962. Meteroit itu tunggal terbesar yang pernah ditemukan, dengan berat sekitar 18 kilogram (40 lb). Ia ditemukan oleh seorang petani dekat Zagami, Nigeria dan terkubur di dalam lubang sedalam sekitar dua kaki.

Menurut Ron Baalke dari NASA, meteorit Zagami adalah meteorit SNC yang paling mudah diperoleh yang tersedia untuk kolektor. Hal itu mengacu pada klasifikasi meteorit SNC (Shergottites, Nakhlites, Chassignites) yang di antaranya termasuk meteorit Mars.