Eksklusif, Saat yang lain Kolaps karena Pandemi, Stephanus Koeswandi dapat Peluang dari Keadaan Kepepet  

Tak selamanya pandemi COVID-19 itu membuat sengsara. Bagi Stephanus Koeswandi Vice President dari Grup Tatalogam Lestari, justru mereka mendapat keberkahan di balik pandemi ini. Saat perusahaan lain kolaps, perusahaan yang memproduksi produk-produk dari baja ini berhasil menembus pasar ekspor. Tak main-main melalui anak usahanya Tata Metal Lestari berhasil ekspor ke Amerika Serikat, Australia, Thailand dan Puerto Rico. Selanjutnya pasar Afrika yang menjadi bidikan.

***

Pandemi yang merambah Indonesia pada awal Maret 2020 mulanya juga membuat khawatir Stephanus dan seluruh jajaran di perusahaan ini. Soalnya saat itu mereka baru mendirikan pabrik senilai Rp1,5 triliun di Cikarang tahun 2019. Produksi dari pabrik tersebut berkesinambungan, artinya tak bisa berhenti. Karena saat berhenti produksi akan menimbulkan kerugian yang amat besar.

“Kami mulai ekspor dari satu anak perusahaan dari di Tatalogam group yaitu PT. Tata Metal Lestari pada masa awal pandemi. Jadi ceritanya menarik karena mungkin ini namanya the power of kepepet. Kami harus memutar otak agar produksi bisa disalurkan. Soalnya mesin jalan terus, produksi tak bisa berhenti. Akhirnya kami merintis pasar ekspor, salah satunya ke Amerika. Dan ternyata tembus meski persyaratannya amat ketat,” ungkapnya.

Awal pandemi bisa ekspor 40 ton per bulan. Seiring bertambahnya waktu jumlah produk baja yang dieskpor juga bertambah dan terakhir angka ekspornya ke Amerika Serikat sudah mencapai 7.000 ton. Angka ekspor ini hanya 10 persen dari total produksi, soalnya pasar dalam negeri masih menjadi prioritas. “Banyak negara sudah menggunakan produk baja mede in Indonesia. Kita boleh berbangga bahwa baja yang diproduksi oleh industri dalam negeri diterima pasar ekspor,” kata putra dari founder Tatalogam Lestari; Yarryanto dan Wulani Rismono ini. Keduanya masih  menjadi mentor bagi Stephanus dalam melakoni usaha.

Karena berhasil menembus pasar ekspor ini, benar-benar menyelamatkan perusahaan. Saat perusahaan lain terdampak pandemi dan banyak yang kolaps, Grup Tatalogam sebaliknya. “Puji Tuhan sampai hari ini tidak ada PHK karyawan, tidak ada karyawan yang di rumahkan, tidak ada pemotongan gaji bahkan THR. Semua ini kami syukuri. Ini adalah kerja keras dan kegigihan dari seluruh karyawan, manajemen dan 1.500 staf yang  tersebar di berbagai provinsi di seluruh Indonesia,” kata Stephanus Koeswandi yang tak henti bersyukur atas keadaan ini.  Kepada Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI, ia berbagi cerita soal Tatalogam Group yang berhasil melintasi pandemi saat ditemui di kantornya di bilangan Kebon Jeruk Jakarta Barat belum lama berselang. Inilah petikan selangkapnya.

Stephanus Koeswandi. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Banyak sekali perusahaan yang terdampak pandemi ini, namun Tatalogam Group sebaliknya, bisa berbagi cerita soal ini?

Awalnya kami sama seperti perusahaan yang lainnya,  sangat khawatir awal-awal 2020 karena pandemi mulai masuk Indonesia. Namun kita harus menghadapi realitas ini, tidak bisa menghindar. Perusahaan harus beradaptasi dan lincah karena ada banyak karyawan yang bergantung di perusahaan ini. Tentu ini menjadi tanggung jawab moral agar perusahaan dapat terus berjalan dan seluruh staf bisa bekerja di perusahaan ini. Dan pembangunan di Indonesia ini masih terus berjalan, ini juga harus kita dukung. Tentu bukan hal yang mudah untuk menghadapi situasi ini,  kami mengikuti saran pemerintah untuk berproduksi normal.  Ini membutuhkan kegigihan, dan  hingga saat ini kami bersyukur bisa bertahan.

Kabarnya di perusahaan Anda ini sampai saat ini tidak ada PKH karyawan meski keadaan sulit?

Memang banyak industri yang terdampak pandemi ini, akhirnya terpaksa melakukan PHK atau perumahan karyawan. Kemarin saya baca berita ada banyak perusahaan yang terpaksa melakukan PHK. Tapi kami  punya komitmen bahwa sebisa mungkin kita tidak ada PHK. Dan puji Tuhan sampai hari ini tidak ada PHK, tidak ada yang dirumahkan, tidak ada pemotongan gaji bahkan THR. Semua masih sanggup kami bayarkan. Kami syukuri semua ini. Tentu ini adalah kerja keras dan kegigihan dari seluruh karyawan. manajemen dan 1.500 staf yang tersebar di berbagai provinsi di seluruh Indonesia.

Jadi apa yang membuat perusahaan bisa bertahan bahkan bertumbuh di masa pandemi ini?

Siapa yang tak khawatir menghadapi pandemi yang sudah terbukti membuat banyak perusahaan kolaps. Ya kita harus putar otak, akhirnya kami merintis pasar ekspor. Dan dengan lika-liku yang tidak mudah akhirnya bisa menembus pasar ekspor. Kami ini mulai ekspor melalui salah satu anak perusahaan grup Tatalogam  yaitu PT Tata Metal Lestari ke Amerika Serikat. Jadi ceritanya juga menarik karena mungkin ini namanya the power of kepepet gitu ya. Jadi kami ada investasi pabrik di akhir-akhir 2019. Ternyata kita kena pandemi awal 2020. Semua jadi terpaksa memutar otak, gimana supaya mesin yang continuous sealer ini tetap jalan karena mesin ini tidak mungkin berhenti.

Kalau produksi terhenti kerugiannya bisa tidak terhitung, bisa ratusan juta. Akhirnya kami berpikir kami mencari pasar ekspor. Yang pertama kami langsung ke pasar Amerika Serikat, yang syarat dan ketentuannya cukup sulit, mereka punya standar yang tinggi. Akhrinya bisa kita penuhi. Dan  kita mulai ekspor dari  40 ton per bulan dan berjalan lancar.  Sekarang kita sudah kirimkan setiap bulannya 7.000 ton. Tapi jumlah ini hanya 10 persen dari total produksi. Sisanya masih pasar domestik. Kini sudah  banyak negara yang sudah menggunakan produk baja mede in Indonesia. Kita boleh berbangga bahwa baja yang diproduksi oleh industri dalam negeri bisa digunakan di luar negeri.

Setelah bisa menembus pasar Amerika Serikat lalu negara mana lagi yang dibidik?

Selanjutnya kami membidik pasar di Afrika, di mana Afrika itu potensinya sangat besar. Masih banyak pembangunan perumahan, pabrik, perkantoran dan bangunan lainnya yang membutuhkan produk dari baja. Dengan membidik pasar espor ini, kita tidak sekadar jualan produk. Tapi ini kita menjalin hubungan antar dua negara di mana nanti akan terjadi pertukaran investasi antarnegara dan juga akan terjadi persahabatan.

Stephanus Koeswandi. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Bagaimana pertumbuhan industri di sektor baja ringan?

Sekarang ini industri baja ringan bertumbuh cukup pesat, jadi yang tergabung di asosiasi itu ada 150-an perusahaan lebih ini yang berskala nasional tapi di luar itu kan ada juga yang skalanya UMKM.  

Produk baja dari China juga masuk ke Indonesia, Anda sendiri seperti apa mengahadapi hal ini?

Kalau bicara serangan impor ini tentu bukan hanya di Indonesia aja, di China itu mereka  punya skala industri yang sangat besar dan juga punya segala tools-nya untuk bisa efisien dan lain-lain. Jadi kita ini yang harus memproteksi diri kita sendiri. Pengusaha dan pemerintah harus bersatu menghadapi realitas seperti ini. Pemerintah menurut saya harus punya perhatian dan keberpihakan pada industri dalam negeri. Dari keadaan ini teman-teman produsen baja dalam negeri juga harus belajar efisien dalam produksi agar harga jual bisa bersaing.

Strategi kita untuk melawan impor ini kayak main bola, main bola kalau kita bertahan terus pasti kalah, karena ada peluang kebobolannya besar. Jadi kita harus bisa berpikir kompetisi untuk ekspor,  itu bukan bukan hanya jualan ekspor atau mendapatkan suatu keuntungan tapi di situ terjadi proses pembelajaran. Untuk melihat perusahaan yang kompetitif dari sisi harga dan efisien, perusahaan itu bisa ekspor. Jadi berpikirnya tidak hanya di dalam kandang, tapi juga di luar kandang. Yakin deh, peluang di luar itu banyak sekali, sangat besar. Apalagi kita lihat negara-negara di Afrika peluang pasarnya besar sekali. Ini yang harus dimanfaatkan.  

Bagaimana anda berdaptasi dengan industri 4.0 yang sekarang sudah menjadi tren?

Saat ini kami salah satu industri logam yang sudah mengaplikasikan 4.0. Kami  mendapatkan bimbingan dari pemerintah. Jadi saya bicara bahwa ada end to end industri logam atau industri baja ini mulai dari pembuatan bahan baku produksi distribusi sampai ke pembangunan semua sudah terkoneksi dengan proses digitalisasi industri 4.0.

Kita harus  beradaptasi dengan teknologi terbarukan.  Mulai dari proses produksi hingga pemasaran harus sudah menggunakan teknologi baru. Ini adalah kiat untuk bertahan di tengah cepatnya pertumbuhan dan perkembangan teknologi. Tak bisa lagi menggunakan teknologi lama yang sudah ketinggakan zaman. Jadi harus meng-upgrade dengan teknologi baru untuk produksi hingga pemasaran adalah keharusan.

Dalam menjalankan usaha ini apa nilai yang diusung oleh Tatalogam Group?

Ada nilai-nilai yang ditanamkan oleh pendiri kami yaitu SIGAP. Itu komponennya ada kesetiaan (setia), integritas, gratitude atau mengucap  syukur, anggapan positif dan profesionlisme.  Ini yang kami pegang. Selain itu sigap itu artinya perusahaan juga harus lincah menghadapi perubahan seperti yang terjadi pada masa sekarang, adanya pandemi corona. Kami juga menerapkan  bahwa semakin tinggi perkembangan perusahaan harus semakin banyak memberikan berkat kepada banyak orang. Seperti padi makin berisi harus makin merunduk.

Stephanus Koeswandi Pilih ke Gunung daripada ke Pantai, Ini Alasannya 

Stephanus Koeswandi. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Berwisata adalah kiat yang dilakukan Stephanus Koeswandi untuk sejenak lepas dari rutinitasnya mengurusi Tatalogam Lestari. Pilihannya tidak terlalu sulit, kalau tidak berwisata ke daerah pegunungan ya ke daerah pesisir pantai. Namun kalau disuruh memilih dia lebih cendrung ke  pegunungan. Setelah berwisata pikiran menjadi refresh dan kerap muncul ide-ide segar yang bisa digunakan dalam bisnis.

Akhir pekan, dia  meluangkan waktu untuk bersantai setelah penat berkutat dengan urusan kantor. “Setiap minggu bersama keluarga dan anak, saya dan istri suka pergi ke daerah pegunungan. Biasanya kami hiking seperti ke Gunung Gede dan sekitarnya. Sebenarnya ke pantai saya juga suka. Namun lebih preferable ke gunung,” kata pria yang meraih gelar Magister Manajemen dari Universitas Pelita Harapan (2014-2015) ini.

Kenapa lebih suka ke pengunungan daripada ke pantai? “Karena saya suka gunung dengan kesunyiannya dan juga alamnya yang membuat hati tenang. Kalau sudah menepi ke daerah pegunungan saya sering dapat inspirasi untuk bisnis maupun untuk hal-hal yang lain,” lanjutnya.

Urusan travelling Stephanus memang sudah melanglang busana ke berbagai penjuru dunia baik dalam rangka bisnis maupun sengaja untuk jalan-jalan. “Seperti ke Amerika Serikat, saya sudah  mengunjungi beberapa negara bagian baik itu di sebelah barat maupun di sebelah timur. Selain itu Australia, Eropa dan negara-negara Asia seperti China dan Jepang juga sudah saya kunjungi,” ungkapnya.

Target berikutnya yang akan ia kunjungi adalah negara-negara di benua Afrika. “Travelling berikutnya saya mau ke negara-negara di Afrika, karena belum pernah ke sana. Penasaran mau menjelajahi negara-negara yang ada di Afrika. Kalau lihat foto-fotonya kan eksotis sekali,” papar alumni Peking University  ini. Ia meraih gelar Master of Businnes Administration (MBA), Businnes Strategy di sana.

Stephanus Koeswandi. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Apa ada korelasinya antara keinginan untuk belajar bahasa Spanyol dan Arab dengan hobi anda travelling, seperti ke negara-negara di benua Afrika. Soalnya negara-negara itu ada yang menggunakan Bahasa Arab dan Spanyol sebagai bahasa sehari-hari?  “Engga ada korelasi dengan bisnis soal keinginan belajar Bahasa Spanyol dan Arab. Selepas dari jam kantor saya biasanya ya suka baca buku, kemudian main alat musik dan  sekarang ini di masa pandemi belajar bahasa baru, seperti belajar bahasa Spanyol bahasa Arab,” katanya.

Tujuan Stephanus Koeswandi belajar bahasa memang hanya untuk refreshing dan belajar sesuatu yang baru. Selain itu belajar bahasa baru itu bisa  melatih pikiran, supaya tidak stress. “Di masa pandemi ini kita harus jaga kesehatan baik fisik maupun mental agar imunitas meningkat,” paparnya.

Karena bisnis yang dikembangkannya kini banyak menyasar pasar di benua Afrika, ia  akan senang saat bahasa yang dipelajarinya ternyata bisa  membantu bisnis yang dilakoni. “Berarti itu adalah kebetulan yang bagus banget. Niat awalnya saya hanya untuk refreshing mempelajari sesuatu yang baru ternyata bisa mendukung bisnis,” lanjutnya.

Pesan Sehat

Stephanus Koeswandi. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Pelajaran saat masih duduk di bangku sekolah dasar masih membekas dalam ingatan Stephanus Koeswandi. “Saya masih ingat apa yang diajarkan guru saat SD,  mensana in corpore sano. Jadi di dalam tubuh yang sehat ada jiwa yang sehat, ini jangan dibalik ya,” katanya.

“Jadi penting kita berolahraga untuk menjaga agar kita sehat, supaya jiwanya sehat. Jadi kalau saya olahraga itu  rutin setiap hari baik itu di rumah, maupun di luar rumah. Tapi karena masa pandemi ini pergerakan tebatas saya lebih banyak olahraga di dalam rumah. Ya saya biasanya treadmill aja  sambil nonton TV,” kata pria yang menggemari Muay Thai ini.

Konsep kesimbangan benar-benar dia terapkan dalam melakoni hidup ini. Selain belajar sesuatu yang baru, berwisata, olahraga, dia juga menyukai seni. “Saya juga menyukai musik, alat yang saya sering  mainkan adalah piano dan biola. Soalnya saya sudah les piano dan biola sejak umur 4 tahun,” katanya.

Kini karena sudah punya anak, selain bermain untuk diri sendiri, Stephanus kerap mengajari anaknya bermain piano sembari berdendang. “Jadi selain saya bisa menghibur diri sendiri juga  menghibur orang di sekitar kita, keluarga kita,” tambahnya.

>

Jadi bagi Stephanus Koeswandi melakoni semuanya dengan seimbang adalah rutinitasnya menjalankan bisnis dan kegiatan di luar bisnis. Hal itu ia lakukan agar bisa menjalani hidup ini dengan baik terutama di masa pandemi sekarang ini. “Jadi kuncinya itu tadi, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat alias mensana in corpore sano,” pungkasnya.

“Dengan membidik pasar ekspor ini, kita tidak sekadar jualan produk. Tapi ini kita menjalin hubungan antara dua negara di mana nanti akan terjadi pertukaran investasi antarnegara dan juga akan terjadi persahabatan,”

Stephanus Koeswandi