Meramal Masa Depan Kita di Bawah Meta lewat Visi Kultur Pop

JAKARTA - Nama baru Facebook telah diumumkan. Perusahaan Mark Zuckerberg itu berganti nama jadi Meta. Nama Meta menggambarkan ambisi perusahaan untuk menguasai dunia metaverse, alam yang akan mengaburkan dimensi nyata dan virtual. Akan seperti apa kira-kira? Ada beberapa produk kultur pop yang barangkali bisa berikan kita gambaran.

Penggantian nama ini berarti Facebook bukan lagi nama perusahaan secara menyeluruh --yang juga membawahi Instagram dan WhatsApp-- tapi hanya jadi merek anak perusahaan yang mengoperasikan layanan media sosial bernama sama.

Pengumuman ini disampaikan Zuck di tengah konferensi virtual reality dan augmented reality Facebook Connect. Selain mengumumkan penggantian nama perusahaan, Zuck, dalam kesempatan itu juga menegaskan visi perusahaan mengembangkan ekosistem metaverse dengan serangkaian demo.

Dalam demonstrasi itu tampak teknologi dalam metaverse nantinya akan memberikan pengalaman imersif pada pengguna. Di ruang virtual itu pengguna dapat menghadiri sebuah konser, bertemu rekan kerja, bermain gim, hingga berbelanja sejumlah jenis barang dan menikmati layanan digital.

Dalam gambaran lebih umum metaverse adalah alam virtual yang dirancang menyerupai dunia nyata. Metaverse memiliki tanah, bangunan, hingga avatar yang bisa dibeli dan dijual. Sejauh ini metaverse juga aktif dalam perekonomian dalam konteks penggunaan mata uang kripto. Manusia-manusia di dunia nyata, dalam metaverse diwakili avatar.

Zuck mengatakan meski Facebook adalah merek media sosial yang ikonik, tapi brand image Facebook selama ini sejatinya tak pernah benar-benar menggambarkan apa yang dilakukan olehnya dan seluruh tim di dalam perusahaan, di mana sesuatu yang jauh lebih besar sedang dipersiapkan.

"Saya telah banyak berpikir tentang identitas kami saat kami memulai bab berikutnya. Facebook adalah salah satu produk yang paling banyak digunakan dalam sejarah dunia," kata Zuckerberg, dikutip CNN, Kamis, 28 Oktober waktu setempat.

"Hari ini kami terlihat sebagai perusahaan media sosial ... tetapi dalam DNA kami, kami adalah perusahaan yang membangun teknologi untuk menghubungkan orang. Dan metaverse adalah batas berikutnya, seperti halnya jejaring sosial ketika kami memulai," tambahnya.

Metaverse dalam visi kultur pop

Hiro adalah peretas yang juga bekerja sebagai sopir pengiriman pizza untuk mafia. Pada satu waktu dirinya bertemu dengan Yours Truly, yang dalam novel kerap disebut YT. YT adalah pemain skateboard muda yang juga kurir. Dalam pekerjaannya, YT kerap menyelesaikan pengiriman-pengiriman yang gagal sampai tepat waktu. Itulah kenapa ia menyebut dirinya 'Orang Ketiga'.

Dari situlah kemitraan Hiro dan YT dimulai. Keduanya kemudian mulai mengumpulkan intel dan menjualnya ke CIC, organisasi nirlaba yang terbentuk dari merger antara CIA dan Perpustakaan Kongres. Petualangan Hiro di metaverse berawal ketika dirinya ditawari file berlabel 'Snow Crash' oleh seorang pria bernama Raven, karakter yang ia temui di metaverse.

Teman Hiro, sesama peretas, Da5id melihat gambar bitmap dalam file tersebut. File itu menyebabkan komputernya mogok dan Da5id mengalami kerusakan otak di dunia nyata. Dalam kerja kurirnya, YT kemudian direkrut sebagai pekerja lepas oleh seorang bos mafia, Paman Enzo, yang terkean dengan sikap dan inisiatif YT.

Dari situlah penyelidikan dilakukan YT dan Hiro. Sejumlah temuan terkait penyebaran virus neuro-linguistik yang memungkinkan fungsi otak diprogram menggunakan rangsangan audio mereka dapati. Singkat cerita Hiro, yang di kehidupan nyata bekerja sebagai pengantar pizza justru jadi pejuang di metaverse, protagonis dalam cerita yang berusaha membongkar seluruh konspirasi.

"Snow Crash adalah kejar-kejaran yang mengubah pikiran melalui Amerika masa depan yang begitu aneh, sangat keterlaluan … Anda akan segera mengenalinya," tulis Goodreads dalam ulasan.

Neal Stephenson di Science Foo Camp 2008 (Sumber: Wikimedia Commons)

Konsep metaverse pertama kali diperkenalkan dalam novel ini. Penulis, Neal Stephenson menggambarkan metaverse sebagai penerus internet. Ini adalah visi Stephenson tentang bagaimana internet berbasis virtual reality atau realitas visual dapat berkembang dalam waktu dekat. Ia membayangkan ini seperti game online multipemain masif (MMO).

Metaverse diisi avatar yang dikendalikan pengguna dan daemon sistem. Novel ini dirilis pada 1992, dengan Stephenson membuka cerita dalam gambaran Los Angeles abad ke-21. Saat itu dunia baru saja melewati keruntuhan ekonomi di seluruh dunia.

Pada masa itu Los Angeles bukan lagi bagian dari Amerika Serikat karena pemerintah federal menyerahkan sebagian besar kekuasaan dan wilayahnya kepada organisasi swasta dan pengusaha. Sistem itu digambarkan menyerupai anarko-kapitalisme, tema yang diangkat Stephenson dalam The Diamond Age, novel setelah Snow Crash.

Seperti novel Stephenson lain, Snow Crash mencakup bahasan luas, termasuk sejarah, agama, linguistik, antropologi, arkeologi, politik. filsafat, matematika, hingga ilmu komputer. Dalam esai berjudul In the Begining... Was the Command Line yang ditulis Stephenson pada 1999, ia menjelaskan 'snow crash' adalah istilah mode kegagalan perangkat lunak di masa awal Macintosh.

Stephenson awalnya berencana bekerja sama dengan seniman, Tony Sheeder menjadikan Snow Crash novel grafis yang dibuat oleh komputer. Setelah rilis Snow Crash dinominasikan sebagai penerima Penghargaan Fiksi Ilmiah Inggris tahun 1993 dan Penghargaan Arthur C. Clarke 1994.

Ready Player One (Sumber: IMDB)

Konteks kultur pop lebih kekinian digambarkan dalam film Ready Player One karya Steven Spielberg. Film tersebut menggambarkan metaverse dalam konteks lebih mutakhir.

Ready Player One menggambarkan kehidupan dunia virtual pada tahun 2045, yang lebih menggairahkan ketimbang alam nyata. Ready Player One, sejak dirilis 2018 langsung meledakkan diskusi soal masa depan baru umat manusia, tentu saja dalam konteks lebih dramatis.

Tapi dari segi teoritik, para futuris merumuskan sejumlah karakteristik utama dari metaverse. Selain Ready Player One, beberapa judul film juga mengangkat metaverse sebagai latar atau tema utama. Trilogi The Matrix barangkali jadi yang paling legendaris.

Selain itu kisah cinta digital antara Theodore dan Samantha dalam Her juga tak mungkin terlewat. Mengisi daftar lain ada Minority Report, Avatar, Wreck it Ralph, V/H/S: Viral, Tron, hingga Lucy. Mana yang paling meninggalkan kesan buat kamu?

Gambaran metaverse di mata mereka

Cuplikan video kampanye Meta yang menampilkan Zuckerberg (Sumber: YouTube)

Tak lama setelah Zuckerberg mengumumkan penggantian nama Facebook menjadi Meta, CEO Twitter Jack Dorsey melontarkan sindiran. Dikutip dari The Guardian, Dorsey merespons kicauan akun @udiverse21 yang membahas terminologi metaverse dalam gambaran Snow Crash versi Neal Stephenson.

"Metaverse mengambarkan dunia virtual yang dimiliki sebuah perusahaan, di mana penggunanya diperlakukan secara buruk sebagai warga negara oleh perusahaan diktator (dystopian corporate dictatorship). Bagaimana jika Neal benar," tulis @udiverse21.

Dorsey menulis, "NARRATOR: He Was," yang berarti Dorsey setuju gambaran Stephenson adalah benar.

Memang, Snow Crash begitu berpengaruh. Pendiri Microsoft, Bill Gates bahkan menyebut karya Stephenson itu yang menghidupkan kembali kecintaannya pada sci-fi, genre yang menurutnya dapat membantu banyak orang memikirkan ide-ide besar.

Selain Snow Crash judul novel lain Stephenson yang juga jadi daftar bacaan penting Bill Gates adalah Seveneves, yang diterbitkan 2015. “Cara buku ini mendorong Anda untuk berpikir besar dan jangka panjang. Jika semua orang mengetahui bahwa dunia akan berakhir dua hari dari sekarang, akan ada kepanikan global, ditambah hedonisme dalam dosis besar."

"Tapi bagaimana jika itu berakhir dua tahun dari sekarang? Apakah orang akan terus bekerja? Apakah anak-anak akan pergi ke sekolah? Jika mereka melakukannya, apa yang akan Anda ajarkan kepada mereka?” kata Bill Gates, dilansir FS.

Kembali ke konteks metaverse, para futuris menjelaskan beberapa karakteristik utama dari metaverse:

1. Persisten

Artinya metaverse berjalan tanpa jeda, reset, dan akhir

2. Realtime

Metaverse dapat merasakan pengalaman realtime meski peristiwa-peristiwa dalam ruang metaverse telah didesain sebelumnya

3. Ekonomi

Metaverse juga berfungsi secara ekonomi. Sejumlah aktivitas jual-beli, layanan jasa, dan transaksi produk dapat dilakukan dengan mata uang berbasis blockchain.

4. Terbuka bagi pengguna

Ruang metaverse akan terbuka bagi pengguna. Pengguna akan berperan penuh sebagai kontributor konten terbesar. Ini yang membedakan metaverse dengan digital universe, di mana konten dibuat bersama-sama oleh perusahaan dan pengguna.

5. Menjembatani dunia virtual dan nyata

Kita akan lebih terhubung dengan alam digital dalam konsep pengalaman penuh. Ya, teknologi ini akan menghubungkan dunia virtual dengan dunia nyata lewat digitalisasi tautan koordinat grafis yang sebenarnya. Ini semacam Pokemon Go dalam level jauh lebih gila.

*Baca Informasi lain soal TEKNOLOGI atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya