Otoritas Prancis Berencana Tutup Tujuh Masjid dan Asosiasi Muslim di Akhir Tahun 2021
JAKARTA - Otoritas Prancis berencana akan kembali melakukan penutupan masjid dan asosiasi Muslim pada akhir tahun 2021 ini, dalam pengumuman yang dilakukan Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin.
Darmanin menyebut, masjid dan asosiasi yang akan ditutup akhir tahun nanti, diduga mempromosikan Islamisme radikal, dalam pengumumannya Selasa kemarin.
Selain itu, Gerald Darmanin juga menyambut baik keputusan untuk menutup sebuah masjid di kota Allonnes selama enam bulan dengan alasan membela Islam radikal, dengan rekening bank pengelola masjid juga disita.
Lebih jauh diterangkan olehnya, 13 asosiasi telah ditutup di negara itu, semenjak Emmanuel Macron menjabat sebagai Presiden. Total, 92 dari 2.500 masjid di negara itu ditutup lantaran pemeriksaan yang dilakukan otoritas terkait, melansir Yenisafak 27 Oktober.
Sementara itu, sekitar 36 ribu izin tinggal orang asing telah dibatalkan sejak September 2020, dengan alasan orang-orang tersebut diduga mengancam ketertiban umum.
Agustus lalu, otoritas konstitusional tertinggi Prancis menyetujui undang-undang 'anti-separatisme' yang kontroversial dan menuai kritik lantaran menyudutkan Muslim dan hanya menghapus dua pasalnya.
RUU itu disahkan oleh Majelis Nasional pada bulan Juli, meskipun ada tentangan kuat dari anggota parlemen sayap kanan dan kiri.
Namun, pemerintah mengklaim undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memperkuat sistem sekuler Prancis. Sementara, para kritikus percaya undang-undang itu membatasi kebebasan beragama dan meminggirkan umat Islam.
Baca juga:
- Kabar Gembira, Pakar Sebut Vaksin COVID-19 untuk Anak Usia 5-11 Tahun Kemungkinan Tersedia Bulan Depan
- Diplomat PBB Sebut Pemimpin Rezim Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing Harus Diganti
- Menhan Annegret Kramp-Karrenbauer Singgung Senjata Nuklir, Kementerian Pertahanan Rusia Panggil Atase Jerman
- Kelompok Bersenjata Serang Masjid Nigeria saat Salat Subuh: 18 Tewas, 20 Luka-luka dan Lebih dari 10 Orang Diculik
RUU tersebut juga dikritik karena menargetkan komunitas Muslim Prancis yang terbesar di Eropa, dengan 3,35 juta anggota, serta memberlakukan pembatasan pada banyak aspek kehidupan mereka.
Undang-undang mengizinkan pejabat untuk campur tangan di masjid dan asosiasi yang bertanggung jawab atas administrasi mereka, serta mengontrol keuangan asosiasi yang berafiliasi dengan Muslim dan organisasi non-pemerintah (LSM). Aturan tersebut juga membatasi pilihan pendidikan Muslim dengan membuat homeschooling yang tunduk izin resmi.
Tak hanya itu, berdasarkan undang-undang yang sama, pasien dilarang memilih dokter mereka berdasarkan jenis kelamin karena alasan agama atau alasan lain dan "pendidikan sekularisme" telah diwajibkan bagi semua pegawai negeri.
Untuk diketahui, Prancis telah dikritik oleh organisasi internasional dan LSM, terutama PBB, karena menargetkan dan meminggirkan Muslim dengan hukum.