Pandemi Memaksa Dubes AS untuk Korsel Mencukur Kumis Kontroversialnya
Kejadian tak biasa di tengah pandemi COVID-19 datang dari Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Korea Selatan (Korsel), Harry Harris. Ia rela mencukur kumisnya demi merasa nyaman saat mengenakan masker di tengah cuaca yang tak bersahabat. Kumis miliknya sempat menjadi perbincangan karena dianggap mirip pemimpin Jepang.
Musim panas yang lembab di Seoul membuat Harris merasa gerah dan sesak ketika menggunakan masker. Namun alih-alih tak membahayakan dirinya dan orang lain dengan tidak mengenakan masker, maka ia rela mencukur kumisnya.
Proses pencukurannya yang mengundang gelak tawa tersebut diabadikan dan diunggah di akun Twitter resmi Kedubes AS @USEmbassySeoul. "Dengan bantuan dari Penasihat Seniornya @sykimsy, @USAmbROK Harris mengunjungi pangkas rambut lokal klasik agar sedikit 'dingin' setelah selama bulan-bulan musim panas," tulis akun tersebut.
Mengutip CNN, memakai masker, pengujian dan pelacakan kontak telah menjadi bagian penting dari upaya pencegahan COVID-19 di Korsel. Oleh karenanya, tak ada alasan untuk tak mengenakan masker di sana.
Kesigapan Korsel dalam menerapkan tiga hal terseut juga telah dipuji secara luas. Sejauh ini, negeri ginseng telah mencatat lebih dari 14.000 kasus dan 299 kematian.
Kumis kontroversial
Harris menjadi duta besar AS untuk Korsel sejak Juli 2018. Kumisnya sempat menuai kritik warganet. Pada Januari, Harris mengatakan kepada wartawan bahwa kumisnya "menjadi daya tarik di media Korsel" setelah ia menjadi sasaran ujaran kebencian di media sosial.
Pasalnya, kumis Harris dianggap mirip dengan kumis para pemimpin Jepang bertangan besi yang memerintah Semenanjung Korea selama pendudukan Jepang 1910-1945. Pemimpin itu termasuk Kaisar Hirohito dan Hideki Tojo.
Di bawah pendudukan Jepang, banyak orang Korea yang dibunuh dan diperbudak secara brutal. Perlakuan tersebut menjadi kenangan hidup yang pahit bagi orang Korea yang sudah lanjut usia dan tetap menjadi pembicaraan yang sangat emosional, baik di Korea Utara (Korut) maupun di Korsel.
Dalam beberapa tahun terakhir, masalah yang berkaitan dengan Jepang di Korea telah menjadi titik pertikaian antara Jepang dan Korsel. Masalah lain adalah bahwa Korsel memiliki masyarakat yang homogen di mana keluarga ras campuran jarang ada dan xenophobia --ketakutan terhadap orang asing-- menjadi hal yang umum.
Harris lahir dari keluarga blasteran di Jepang. Ibunya seorang Jepang tulen dan ayahnya seorang Amerika. Ia juga seorang perwira Angkatan Laut dan beberapa warganet menyatakan bahwa kumis yang dimiliki Harris adalah warisan Jepang.
Namun Harris bukan orang Jepang, dia warga negara AS. Menyebut dirinya dengan sebutan leluhur Jepangnya hampir pasti akan dianggap rasis di AS.
"Saya memahami permusuhan historis yang ada antara kedua negara tapi saya bukan duta besar Jepang-Amerika untuk Korea, saya duta besar Amerika untuk Korea," kata Harris dalam sebuah wawancara dengan Korea Times pada Desember 2019. "Dan membawa sejarah itu lalu menaruhnya pada saya hanya karena kelahiran saya, saya pikir itu adalah kesalahan," pungkasnya Harris.