Eksklusif Putri Ayudya Bawa Kehangatan Kembali ke Bioskop Lewat Yowis Ben 3

JAKARTA - Pengalaman menonton di bioskop tidak bisa digantikan dengan pengalaman menonton dengan media apapun. Karena itu, kerinduan akan ruang gelap untuk menonton film memuncak setelah PPKM berakhir. Putri Ayudya antusias menyambutnya dengan film Yowis Ben 3.

Pemeran Rini ini mengaku sangat senang dan antusias. "Senang banget akhirnya Yowis Ben 3 akan tayang tanggal 25 November. Sudah diumumkan secara publik melalui posternya. Excited banget karena nunggunya sudah panjang," ujarnya saat ditemui tim VOI di kawasan Lebak Bulus, Senin, 11 Oktober.

Menurutnya, keputusan Starvision Plus untuk menahan penayangan Yowis Ben 3 hingga hingga bisa tayang di bioskop adalah keputusan yang tepat. "Ini keputusan yang cukup bijaksana karena Yowis Ben itu bukan cuma bercerita tentang komedi dan bukan cuma soal distribusi dan fans. Tapi juga ada pesan keberagaman yang penting karena sekarang terus digoyang. Kita ingin ingetin lagi bahwa Indonesia bisa ditemui dengan cara yang ringan, yang membahagiakan, dengan bentuk komedi ini. Yowis Ben memberi pilihan untuk melihat kembali betapa beragamnya Indonesia," paparnya.

Putri Ayudya (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Putri berharap kehadairan Yowis Ben 3 ke bioskop diharapkan dapat menjadi alasan kuat untuk penggemarnya kembali ke menonton di bioskop. "Yowis Ben tetap merawat kedekatannya dengan siapapun yang nonton lewat series di OTT. Jadi kita tidak meninggalkan OTT, tapi jadi alternatif sinema. Semuanya semakin melengkapi, makin banyak layar makin besar distribusi," terangnya.

Meskipun pandemi sempat mengguncang perfilman Indonesia, Putri tetap optimistis perfilman Indonesia terus tumbuh karena banyak film baru yang bisa tembus berbagai festival film internasional. "Sumber daya kita lagi hits, generasi muda kita lagi kenceng banget, penerimaannya juga secara internasional. Yowis Ben juga kayaknya kan tayang di negara lain juga," katanya.

Hampir dua tahun masa pandemi telah mengubah kebiasaan menonton masyarakat Indonesia. OTT berkembang pesat dan penonton mulai terbiasa untuk nonton di streaming. Dengan protokol yang ketat, butuh alasan kuat untuk meyakinkan masyarakat untuk nonton Yowis Ben 3 di bioskop.

"Kalau sudah merasa hidup kita berat selama dua tahun ini, nonton ke bioskop. Butuh hiburan kan? Yowis Ben 3 ini menawarkan hiburan yang nggak sekedar ketawa, tapi reflektif. Kadang kita melihat hidup kita dengan serius, berat. Yang membuat saya senang nonton sitkom adalah 'live goes on' apapun yang terjadi terjadilah. Hidup cuma numpang tertawa kalau kata Mas Butet. Dibawa enteng aja hidup itu, dievaluasi yang perlu dievaluasi, dan moving on," jelas wanita kelahiran 20 Mei 1988 ini.

Putri Ayudya (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Putri mengaku kangen dengan sensasi nonton di bioskop. "Terakhir kita ke bioskop setelah dibuka ditutup dibuka lagi, ditutup lagi, dan sekarang dibuka lagi. Kita inget waktu dibuka yang pertama ada Tarian Lengger Maut langsung dapat 200 ribu, besar tapi tetap flop ya. Bahkan film luar yang kita kira bakal tinggi penontonnya juga flop. Menurutku itu nggak bisa di bioskop. Begitu buka yang kedua aku lari nonton lagi, abis itu tutup lagi. Baru sekarang buka lagi," paparnya.

Menurutnya, pengalaman nonton di bioskop bukan sekedar menikmati film. Ada pengalaman sinematik yang tidak bisa digantikan dengan pengalaman lainnnya.

"Kebudayaan yang mahal adalah yang experiencing dan bioskop adalah salah satunya. Aku anak teater, duduk di bangku teater, ikut merasakan energi marah, ketawa, nangis saat nonton apa yang di panggung itu nggak bisa dicapai kalau kita hanya dalam layar yang kecil. Penting banget untuk duduk nonton merasa suround system. Bahkan kalau di rumah kita punya home theatre, perasaan nonton rame-rame, duduk diam, fokus itu nggak bisa digantikan sih," tegasnya.

KEBANGKITAN EKONOMI KREATIF

Putri Ayudya (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Ada yang lebih penting dari mendapatkan pengalaman nonton kembali ke bioskop. Tak banyak yang menyadari penjualan tiket di bioskop memiliki dampak signifikan pada ekonomi kreatif.

"Kemampuan daya beli masyarakat untuk subcribe dan pay per view di OTT tidak bisa membangkitkan ekonomi kreatif secara signifikan. Dengan adanya produksi film yang besar dan harus tayang di bioskop bisa menghidupkan tempat-tempat untuk syuting. Di Yowis Ben 3 ini banyak banget unsur budaya. Yang waktu itu karena syuting di masa pandemi, kita tayang ke tempat bergelaran wayang, itu sepi banget. Ke landmark-lansmark yang penting di daerah sepi banget karena pandemi," kenangnya.

Film dan teater, lanjut Putri Ayudya, melibatkan banyak orang. Membuat perputaran ekonomi berjalan dengan baik. Daur kreasi berputar terus menerus.

"Ada lho pekerja film yang harian. Jadi kalau kita nggak syuting, kita menutup rejeki mereka. So film layar lebar yang tayang di bioskop, yang dihargai penonton dengan duduk bayar tiket secara legal, itu berarti Anda sudah berkontribusi pada sekian banyak orang yang tidak Anda lihat," paparnya.

Jujur, Putri sendiri merasa berat menghadapi masa pandemi. "Ini berat sekali. Kita tahu bahwa para pekerja seni, yang punya tempat resmi pentas aja susah banget. Mau bantu sulit, mau lihat aja susah. Memang secara ekonomi semua merasa berat. Mau miskin, mau kaya, kalian tidak bisa terhindar dari kesulitan itu. Bedanya cuma berapa lama bertahan, berapa banyak tabungannya," kenangnya.

Meskipun berat, Putri merasa tak sendir. Jiwa Seninya membuat Putri cepat beradaptasi. "Seniman menurut saya adalah orang yang paling cepat bisa beradaptasi terhadap kondisi yang ada. Kemampuan adaptasi, bertahan, dan terus cipta karya adalah kemampuan yang harus dimiliki seniman. Kalau mengaku seniman pasti akan sanggup bertahan. Apapun yang terjadi pasti ada blessing in the skies," katanya.

Putri Ayudya (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Salah satu pelajaran yang diambil Putri adalah terbentuknya komunitas seniman yang saling dukung untuk melewati masa berat saat pandemi. "Kemarin kita ngumpulin data, dengan teman-teman komunitas untuk saling mengecek satu sama lain. Pukulan-pukulan telak yang keras saat pandemi saat kita tidak siap itu terasa sekali. Di tahun pertama jadi sangat reflektif, jadi menata ulang finansial dan prioritas," tegasnya.

"Tadinya kesehatan itu kalau bikin top ten priority, kesehatan nomer sembilan. Sekarang naik di tiga besar," imbuhnya.

Ada hal-hal baru yang awalnya dipikir Putri tidak bisa dilakukan, namun ternyata bisa dilakukan gara-gara pandemi. "Senang banget pandemi sudah jadi endemi sekarang. Kita bisa atasi, kita nggak kehilangan semangat, segala daya yang kita miliki dikikis sampai dasar. Di saat-saat seperti ini aku tetap mencintai seni peran. Ini ujian yang baik untuk memulai semua dari awal," katanya.

Orang mengira passion Putri adalah jalan-jalan karena pernah menjadi presenting acara jalan-jalan. Namun, sebenarnya bukan itu passionnya. Karena itu Putri menilai yang tampak di mata adalah gunung es semata.

"Kenyataan yang kita tampilkan adalah apa yang perlu kita hadirkan adalah rasa yang ingin kita bagikan. Yang tidak perlu dibagikan ya tidak kita tampilkan. Itu ruang pribadi. Syuting pun begitu, yang kita lihat itu keindahan. Di baliknya ada perjuangan besar krunya. Segala sesuatu yang kita lihat itu hanya sebagian," katanya.

Putri Ayudya (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Putri mengisahkan banyak kru yang gugur tidak bisa bertahan di saat pandemi karena tidak bekerja. "Ada teman yang banyak gugur di saat pandemi. Ada yang pulang kampung, begitu kita dengar kabarnya adalah kabar sudah mendahului kita. Tim Yo Wes Ben ada pula yang meninggal di kampung. Kaget banget, karena nggak ada kabar ternyata dia sakit nggak bisa berobat," kenangnya.

Bangkitnya ekonomi kreatif di bioskop, menurutnya, adalah solusi untuk menghadapi persoalan tersebut. Asosiasi sudah terbentuk, namun untuk bisa tetap hidup perlu ada kebutuhan menonton sehingga produksi akan terus berjalan.

"Kalau nggak ada kebutuhannya, nggak jalan dong. Ada OTT, bisa. Tapi bayangannya gini di OTT dengan subcribe Rp50 ribu per bulan itu bisa nonton ratusan film. Tapi kalau kita nonton di bioskop satu tiket Rp50 ribu untuk satu film, dikalikan berapa orang yang menonton, itu bisa menghidupa banyak orang," paparnya.

Tanpa menafikkan pertumbuhan OTT yang signifikan, Putri berharap produksi film bisa berjalan seimbang. "Betul yang kalian lakukan nonton di OTT itu menghadirkan produksi yang kecil.Tapi kita juga butuh bantuan untuk menciptakan produksi skala besar dengan kualitas besar. Yang penontonnya sekarang bukan cuma di di Indonesia tapi di luar negeri juga sekarang. Semakin besar demand semakin besar lapangan kerja yang diciptakan," tegasnya.

>

Optimis, itulah yang dirasakan Putri Ayudya ketika PPKM sudah dihentikan dan aktivitas kembali dibuka izinnya. "Aku menyambut ini dengan bahagia. Alhamdulillah di masa pandemi aku sempat syuting dengan prokes yang ketat. Dengan secara resmi dibuka kita bisa syuting, dengan mitigasi bencana kita bisa syuting dengan tenang," jelasnya.

Justru dengan adanya pandemi film Indonesia semakin kuat, itulah keyakinan Putri Ayudya. "Ada Penyalin Cahaya, Ada Yuni, Ada Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas mendapat pengakuan di festival Internasional. Bukankah itu bukti film Indonesia bisa bertahan dan jutru lebih baik di masa pandemi?" katanya.