Diduga Ada Konspirasi, Final Tinju Kelas Berat PON Papua Dianggap Tidak Sah
JAKARTA - Partai final tinju kelas berat 81-91 kg PON XX Papua antara Erico Kevin K. Amanupunjo (Papua) vs Willis Boy Riripoy (Jateng) dianggap tidak sah. Pertarungan yang berlangsung di GOR Cenderawasih, Jayapura pada Rabu kemarin berakhir dengan kericuhan.
Hal ini disampaikan Ketua Pengprov Pertina Papua Ricky Ham Pagawak (RHP) di GOR Cenderawasih, Jayapura, pada Kamis malam. Kata RHP, Pengprov Pertina Papua dan Ketua Umum PP Pertina Komaruddin Simanjuntak telah menggelar pertemuan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Komaruddin menyarankan agar masalah ini diselesaikan antara Pemda Papua dan Pemda Jateng. Oleh karena itu, lanjut RHP, ia langsung menghubungi Gubernur Papua Lukas Enembe, untuk menyampaikan masalah ini.
Alhasil, Gubernur Papua memerintahkan Plh. Sekda Papua Muhammad Ridwan Rumasukun, untuk membahas bersama perwakilan Pemda Jateng, yang masih ada di Jayapura.
“Saya dan Pak Rumasukun langung mendatangi penginapan Pemda Jateng. Ternyata yang ada Wagub Jateng, tapi ia tak bersedia untuk menerima kami. Berarti kami menilai, kasus ini ada di dalam satu konspirasi yang sudah diatur, untuk mengalahkan kami, khusus di cabor tinju,” terang RHP dilansir dari laman resmi PON Papua.
RHP menjelaskan, pihaknya secara terbuka menyampaikan hasil yang diperoleh dalam pertandingan kelas berat tersebut tak sah.
“Medali yang disiapkan di kelas berat ditahan sampai kita duduk bersama untuk membuktikan sebenarnya Jateng dimenangkan, karena apa, atau karena memang ada unsur lain,” ujarnya.
Ketua Harian Pengprov Pertina Papua Rahmad Marimbun mengatakan, jika masalah ini tak segera diputuskan, maka pihaknya akan mengadukannya ke Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI).
Sementara itu, Sekretaris Pengprov Pertina Papua Septinus Jarisetouw mengatakan pertandingan tinju PON XXPapua sangat luar biasa. Pihaknya selaku panpel telah mendesain seluruh pertandingan agar berjalan dengan baik.
“Hanya saja yang menjadi masalah bagi kami yang membuat ricuh adalah perangkat pertandingan yakni wasit atau hakim. Itu menjadi persoalan klasik dari pertandingan ke pertandingan, wasit atau hakim selalu membuat masalah,” katanya.
Baca juga:
- Peluang Jawa Barat Jadi Juara Umum PON Papua Terbuka Lebar, Dilengkapi Sederet Rekor
- Viral Atlet PON asal Jabar Pulang Naik Bus Umum, Kang Emil: Dia Ingin Bikin Surprise ke Keluarga
- Sayangkan Belasan Atlet PON asal Maluku Terlantar di Bandara Pattimura, Wakil DPRD: Tunjukan Respek, Mereka Pahlawan Olahraga!
- Sebut Pembangunan Olahraga di Seluruh Daerah Merata, Ketum KONI Pusat: Pelatih Sangat Paham, Atlet Berprestasi dengan Baik
“Kalau saya lihat wasit/hakim tak profesional, walaupun memiliki bintang 1 AIBA. Tapi mereka tak punya kemampuan memimpin pertandingan. Banyak atlet yang membuat kesalahan, tapi mereka tak tegur menyebabkan penilaian miring,” tegasnya lagi.
Diketahui, kericuhan berawal saat pertandingan di akhir ronde 3. Sebuah hook kanan Erico menghajar Willis mengakibatkan pelipis mata kanan Willis sobek. Wasit Royke Waney asal Sulawesi Utara menghentikan sementara pertandingan, dan meminta dokter ring untuk memeriksa luka sobek yang diderita Willis.
Lantaran luka sobek tersebut membahayakan Willis, maka dokter ring memberikan kode agar pertandingan dihentikan atau Erico menang RSC (Referee Stops Contest). Herannya, beberapa detik kemudian wasit mengangkat tangan Willis sebagai pemenang.
Hal ini membuat kubu Papua tak terima yang berbuntut kericuhan. Hingga kini belum ada hasil keputusan pemenang kelas berat tinju PON XX Papua.