Rizal Ramli: Industri Tanah Air Semakin Tak Kompetitif
JAKARTA - Pertumbuhan industri nasional dalam lima tahun terakhir ini stagnan. Pada 2019 tercatat pertumbuhan industri nasional sebesar 5,4 persen, tidak terpaut jauh dengan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 yang tumbuh 5,02 persen.
Padahal, menurut ekonom senior Rizal Ramli, idealnya sebagai negara berkembang, pertumbuhan industri harus lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi. Misalnya, pertumbuhan ekonomi 6 persen, maka pertumbuhan industri harusnya 10 persen hingga 15 persen.
Sayangnya, menurut Rizal, kondisi tersebut tidak pernah lagi terjadi setidaknya dalam 5-6 tahun terakhir. Bahkan menurutnya, keadaan justru berbalik yaitu pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, sedangkan industri tumbuh lebih lambat yaitu sekitar 3 persen hingga 4 persen.
"Artinya industri makin lama makin kecil, menunjukkan industri di Indonesia terutama manufaktur semakin lama semakin tidak kompetitif," katanya, dalam diskusi virtual, Kamis, 23 Juli.
Tak hanya itu, menurut Rizal, industri di Tanah Air bahkan tidak bisa jadi sumber penciptaan lapangan kerja formal dan justru lebih banyak yang tumbuh adalah pekerja informal.
Lebih lanjut, Rizal mengatakan, pertumbuhan industri sangat berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja. Dengan meningkatnya industri di dalam negeri, juga akan diiring dangan adanya kenaikan upah dan produktivitas yang tinggi.
Baca juga:
"Indonesia tahun 80-an seperti itu pertumbuhan sektor industrinya sekitar 15 persen sampai 18 persen. Pertumbuhan ekonominya hanya 6,5 persen itu yang betul. Sampai kita memasuki tahap negara maju baru industri berkurang," tuturnya.
Sebagai informasi, kinerja industri manufaktur mengalami tekanan yang sangat dalam selama kuartal II 2020 sebagai akibat dari pandemi COVID-19. Kondisi ini diperkirakan akan membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 akan kembali mengalami perlambatan.
Bank Indonesia mencatat prompt manufacturing index (PMI) BI pada kuartal II 2020 adalah sebesar 28,55 persen, turun dari 45,64 persen pada kuartal sebelumnya dan jauh lebih rendah dari PMI pada kuartal II 2019 yang tercatat sebesar 52,66 persen.
Berdasarkan laporan PMI-BI yang dirilis pada Senin, 13 Juli, kontraksi PMI pada kuartal II 2020 terjadi pada seluruh komponen pembentuk PMI-BI. Kontraksi paling dalam terjadi pada komponen volume produksi sejalan dengan menurunnya permintaan akibat pandemi COVID-19.