Konglomerat Chairul Tanjung Ingin Bank Allo eks Bank Harda Naik Kelas
JAKARTA - PT Allo Bank Indonesia Tbk, berencana meningkatkan permodalannya untuk bisa masuk ke kelompok bank dengan skala yang lebih besar. Bank dari kelompok Mega Corpora milik konglomerat Chairul Tanjung ini ingin naik kelas.
Si Anak Singkong alias Chairul Tanjung melalui Mega Corpora mengakuisisi saham mayoritas PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) sejak awal tahun 2021, dan menyulap nama perusahaan tersebut menjadi PT Allo Bank Indonesia Tbk. Mega Corpora pun terus berupaya memperkuat Bank Allo.
Aturan terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklasifikasikan bank ke dalam empat Kelompok Bank Modal Inti (KBMI). Klasifikasi KBMI 1 untuk bank dengan degan modal inti kurang dari Rp6 triliun, lalu KBMI 2 bank dengan modal inti Rp6 triliun-Rp14 triliun, disusul KBMI 3 untuk bank dengan modal inti Rp14 triliun-Rp70 triliun, dan KBMI 4 modal inti bank di atas Rp40 triliun.
Adapun, regulasi itu akan efektif berlaku pada 31 Oktober 2021. Sejalan dengan rencana penguatan modal itu, Bank Allo (BBHI) berencana meminta restu dari pemegang saham untuk menerbitkan saham baru atau rights issue. Rencana itu bagian dalam agenda rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 15 Oktober 2021.
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Senin 27 September, selain meminta persetujuan menggelar rights issue, rapat diagendakan menetapkan harga pelaksanaan aksi korporasi itu.
"Tujuan penambahan modal agar memenuhi kriteria Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) 2 sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tulis Direksi BBHI.
Mengutip laporan keuangan BBHI pada Juni 2021, total modal yang dimiliki BBHI sebesar Rp317,22 miliar. BBHI berencana menerbitkan 11 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp100 per saham. Hasil dana dari rights issue itu akan digunakan sebagai penguatan modal dalam mengembangkan kegiatan usaha dalam bidang kredit dengan inovasi teknologi atau bank digital.
Adapun Bank Allo pada 10 September 2021, baru saja mendapatkan persetujuan produk baru, aplikasi, sistem utama, dan sistem penunjang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rinciannya, untuk bank digital berupa layanan simpanan, transfer, pembayaran tagihan (bill payment), layanan pembayaran (payment), account statement, dan berbagai fitur layanan digital lainnya.
Sepanjang tahun ini, harga saham BBHI bergerak dalam rentang harga Rp157-Rp3.500 per unit saham. Dengan rencana penerbitan 11 miliar saham baru, BBHI berpotensi menghimpun dana antara Rp1,73 triliun-Rp38,5 triliun. Pengumuman rights issue beberapa waktu lalu langsung membuat saham BBHI jadi rebutan investor.
Bulan lalu, OJK memang baru merilis tiga Peraturan OJK (POJK) baru yang di dalamnya mengatur prasyarat yang harus dipenuhi bank digital. Di ketentuan itu termuat pasal yang mengharuskan bank digital hasil konversi bank konvensional memiliki modal inti minimal Rp3 triliun.
Baca juga:
- Setelah Diakuisisi Konglomerat Chairul Tanjung, Bank Harda Langsung Cetak Laba Rp37 Miliar
- Konglomerat Chairul Tanjung Deposit Rp750 Miliar ke Bank Allo eks Bank Harda, Begini Penjelasannya
- Laba Bank Allo Milik Konglomerat Chairul Tanjung Anjlok 30,25 Persen di Semester I 2021
- Hari Ini Bank Harda Milik Konglomerat Chairul Tanjung RUPS, Bahas Rights Issue dan Perubahan Logo
Per akhir Juni 2021, modal inti BBHI baru berada di kisaran Rp1 triliun. Perihal rights issue sebagai upaya pemenuhan aturan tersebut juga sempat disinggung BBHI dalam laporan keuangan yang terbit pada bulan lalu.
Dalam laporan tersebut, perseroan merencanakan penambahan modal inti sebanyak Rp5 triliun. Sekitar Rp1 triliun di antaranya telah dihimpun tahun lalu, dan Rp1 triliun akan diburu pada semester kedua tahun ini. Sementara itu, sisa Rp3 triliun lain akan digalang selambat-lambatnya akhir tahun depan.
Di luar kepentingan pemenuhan regulasi, penambahan modal memang penting bagi perseroan. Terutama, untuk menggerakkan lagi kemampuannya menyalurkan kredit.
Per akhir Juni 2021, BBHI memang telah membukukan simpanan nasabah Rp1,86 triliun alias tumbuh 8,98 persen dari capaian Rp1,71 triliun secara year-on-year (yoy). Namun, perseroan baru menyalurkan kredit Rp889,28 miliar atau susut 40,21 persen dari torehan Rp1,48 triliun secara yoy.
Adanya penguatan margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) memang berhasil menyelamatkan kinerja perseroan secara top line. Ini terlihat dari pencapaian pendapatan bunga bersih yang meroket hingga 80,76 persen secara tahunan, tepatnya dari Rp29,58 miliar menjadi Rp53,47 miliar.
Namun, pembengkakan pengeluaran yang muncul di tengah rencana perusahaan meningkatkan digitalisasi layanan tidak terhindarkan. Pada ujungnya, BBHI hanya membukukan laba Rp22,9 miliar pada semester I 2021, susut 30,31 persen dari perolehan Rp32,86 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.