Paparan Jokowi soal Strategi Sektor Energi Tekan Perubahan Iklim dalam Pertemuan MEF
JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo menghadiri pertemuan Major Economies Forum on Energy and Climate (MEF) 2021 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat, 17 September malam.
Dilansir Antara, Sabtu, 18 September, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima dari Biro Pers Sekretariat Presiden, Presiden Jokowi menjadi satu dari sepuluh kepala negara atau kepala pemerintahan yang mengikuti forum tersebut.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa saat ini dunia tengah menghadapi situasi sulit dalam sejumlah sektor, termasuk sektor energi dan iklim.
Situasi sulit tersebut, kata Presiden, tidak dapat ditangani oleh satu negara saja, melainkan dibutuhkan aksi bersama dalam skala global.
“Kredibilitas, khususnya aksi konkret, sangat krusial,” ujar Presiden.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden menyampaikan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam menghadapi situasi sulit tersebut.
Dari sektor energi, Presiden menyampaikan Indonesia telah mencanangkan transformasi menuju energi baru dan terbarukan, serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau pada bulan Agustus lalu.
“Untuk mewujudkan transformasi ini, kami telah menyusun strategi peralihan pembangkit listrik dari batu bara ke energi baru terbarukan, mempercepat pembangunan infrastruktur energi baru terbarukan yang didukung pelaksanaan efisiensi energi, meningkatkan penggunaan biofuels, dan mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik,” tuturnya.
Selain itu, Presiden mengungkapkan bahwa Indonesia telah menargetkan netral karbon (Net Zero) pada tahun 2060 dengan kawasan percontohan yang masih terus dikembangkan.
“Termasuk pembangunan Green Industrial Park seluas 20 ribu hektare, terbesar di dunia, di Kalimantan Utara,” ungkap Presiden.
Terkait transisi energi, Presiden menuturkan bahwa kemitraan global sangat diperlukan karena transisi energi bagi negara berkembang membutuhkan pembiayaan dan teknologi yang terjangkau.
“Kami membuka peluang kerja sama dan investasi bagi pengembangan bahan bakar nabati, industri baterai litium, kendaraan listrik, teknologi carbon, capture, and storage, energi hidrogen, kawasan industri hijau, dan pasar karbon Indonesia,” jelasnya.
Baca juga:
- Sekali Baca Paham Gugatan Polusi Udara untuk Jokowi, Anies, dan Kawan-Kawan
- Menlu Prancis Merasa Ditikam dari Belakang Soal Kapal Selam Nuklir, PM Australia: Saya Sudah Menjelaskan
- Anies Baswedan Bantu Gencarkan Sosialisasi Informasi Program Kartu Prakerja Bentukan Jokowi
- Beda dengan Anies, Jokowi Masih Kaji Putusan PN Jakpus Soal Polusi Udara Jakarta
Terakhir, Kepala Negara menyampaikan dukungannya terhadap Global Methane Pledge atau ikrar aksi bersama yang bertujuan mengurangi 30 persen emisi metana global pada tahun 2030.
Presiden menyebut, Global Methane Pledge dapat menjadi momentum penguatan kemitraan dalam mendukung kapasitas negara berkembang.
“Bersama Amerika Serikat dan 45 negara lainnya, Indonesia juga telah bergabung dalam Global Methane Initiative. Pengurangan emisi metana telah masuk dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia,” ujarnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar menyampaikan Presiden Amerika Joe Biden telah mengundang sejumlah negara-negara utama untuk hadir pada pertemuan ini.
Pertemuan itu juga dihadiri Presiden Komisi Eropa, Presiden Dewan Eropa, serta Sekretaris Jenderal PBB.
Mahendra mengatakan pertemuan Major Economies Forum bertujuan untuk menggalang kerja sama negara-negara utama untuk langkah-langkah konkret yang ambisius untuk mewujudkan ambisi ataupun target dari pertemuan Conference of Parties (COP26) di Glasgow bulan November mendatang.
Menurut Mehendra, tujuan secara spesifik adalah memastikan bahwa perubahan suhu dunia tidak melebihi satu setengah derajat celsius.