PPDB Dikeluhkan, KPAI Minta DKI Jakarta Sediakan Jalur Zonasi Tahap 2
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mendapat banyak pengaduan terkait sistem seleksi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di DKI Jakarta pada jalur zonasi.
Jalur zonasi adalah jalur untuk calon siswa memilih sekolah berdasarkan pada zona sekolah yang sesuai dengan domisili calon siswa. Jalur yang dibuka pada tanggal 25 hingga 27 Juni ini diberi porsi 40 persen dari PPDB DKI tahun ajaran 2020-2021.
Di mana, ketika ada dua calon siswa dengan jarak kelurahan tempat tinggal menuju sekolah sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota terakhir diprioritaskan kepada usia siswa yang lebih tua. Hal inilah yang diprotes oleh sejumlah orang tua siswa.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti meminta, Pemprov DKI bertanggung jawab atas kekisruhan sistem zonasi PPDB di tahun ini. KPAI memberikan rekomendasi agar Pemprov DKI membuka kembali jalur zonasi tahap dua.
Dalam jalur zonasi tahap 2 itu, kuota yang diberikan bisa berasal dari pertambahan jumlah kursi di tiap sekolah negeri antara 2-4 kursi per kelas. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi anak-anak yang rumahnya dekat dari sekolah pada kelurahan tersebut tetapi tidak diterima karena usianya muda.
"Perhitungannya, jika SMP negeri di DKI ada 350 dan memiliki 6 kelas, maka total penambahan kursi bisa menampung 8.400 siswa," kata Retno saat dikonfirmasi VOI, Senin, 29 Juni.
Retno menyebut, menambah jumlah kursi untuk jangka pendek dirasa lebih mudah. Sebab, tiap sekolah tak perlu menambah jumlah guru, dan menambah ruang kelas di tiap sekolah yang memakan waktu lama.
"Kalau cuma 4 kursi tiap kelas, pasti di gudang sekolah masih tersedia. Lagipula, sekarang masih pandemi COVID-19 dan belum ada belajar di sekolah. Dinas Pendidikan juga bisa menyediakan tambahan meja kursi kalau kurang," ujar Retno.
Baca juga:
Kemudian, untuk menambah jumlah daya tampung dalam rekomendasi jalur zonasi tahap 2, KPAI mendesak Dinas Pendidikan DKI mengurangi kuota jalur prestasi khusus calon siswa dari luar DKI, dari yang awalnya 5 persen menjadi 2 persen.
Sebab, di tahun ini, kuota kelas 10 SMA negeri di Jakarta hanya mampu menampung 32,93 persen dari seluruh calon siswa. Kemudian, kuota kelas 7 SMP negeri di Jakarta hanya mampu menampung 46,21 persen dari seluruh calon siswa.
"Jadi, di tahun ini, kuota jalur prestasi non-DKI dikurangi saja dari 5 ke 2 persen. Sisanya yang 3 persen kasih ke jalur zonasi tahap 2 lagi," ujar Retno.
"Kan zonasi di DKI cuma 40. Padahal, harusnya 50 persen. Kalau nambah 3 persen dari pengurangan jalur prestasi non-DKI ditambah lagi 4 kursi per kelas, bisa lah mendekati 50 persen sesuai Peraturan Mendikbud," tambah dia.
Kelak, kata Retno, jika DKI Jakarta sudah mampu memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di sekolah negeri dan masih ada kelebihan kursi, maka anak dari luar kota dapat diterima bersekolah negeri di wilayah DKI Jakarta.
"Lagian kenapa malah menerima orang luar kota. Siswa dalam kota saja kekurangan sekolah negeri, kok malah masih sediakan untuk luar kota. Intinya, siswa yang tidak diterima padahal dekat dengan sekolah mesti dipertanggungjawabkan di tahun ini. Kita sudah berikan rekomendasi itu, silakan dijalankan," tutup Retno.