Sistem Zonasi "Coba-coba" PPDB DKI dan Kekhawatiran Siswa Usia Muda Tak Lolos Sekolah Negeri

JAKARTA - Hari ini adalah pembukaan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) khusus jalur zonasi bagi siswa di DKI Jakarta. Penerimaan dengan penentuan sistem wilayah terdekat dari rumah menuju sekolah ini berlangsung selama dua hari hingga 26 Juni.

Namun, ketentuan yang disusun oleh Dinas Pendidikan DKI untuk tahun ajaran 2020-2021 sempat dikeluhkan sejumlah orang tua siswa. Perkumpulan atas nama Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan (Geprak) sempat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Balai Kota DKI untuk menyampaikan penolakan. Namun, tak digubris oleh Pemprov DKI.

Akhirnya, DPRD DKI mencoba menengahi dengan menggelar rapat bersama perwakilan orang tua siswa dan Dinas Pendidikan DKI, kemarin. Pertemuan berlangsung alot. Perwakilan orang tua siswa mengeluhkan petunjuk teknis pendaftaran sekolah dengan sistem zonasi.

Pada aturan tersebut, kuota jalur PPDB tahun ajaran 2020-2021 untuk jalur afirmasi sebesar 25 persen, jalur zonasi 40 persen, jalur prestasi akademik 20 persen, nonakademik 5 persen dan luar DKI 5 persen, serta jalur pindah tugas orang tua 5 persen.

Pada sistem zonasi, seleksi calon peserta didik baru kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan. 

Kemudian, jika ada dua siswa dengan jarak tempat tinggal calon peserta didik dan sekolah sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota terakhir diutamakan kepada usia siswa yang lebih tua. 

Itu artinya, ada kemungkinan mendapatkan sekolah pilihan dari calon siswa yang usia lebih muda akan dikalahkan dengan yang lebih tua. Mereka yang tidak lolos, mau tak mau, mesti mencari sekolah swasta. Sistem inilah yang membuat orang tua siswa merasa mendapat ketidakadilan.

Terlebih, saat ini kuota jalur zonasi khusus di DKI hanya 40 persen, berbeda dari yang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 yang menentukan kuota zonasi sebanyak 50 persen. Kesempatan siswa usia muda untuk mendapatkan sekolah negeri yang dituju menjadi lebih kecil.

"Kami mempermasalahkan kriteria usia pada zonasi. Kalau begini, kita lihat misalnya nanti anak-anak itu terlempar (dari sekolah negeri, red) karena tidak lolos, lalu terpaksa masuk swasta. Tapi, swasta itu sudah buka pendaftaran dari sebelum ini. Bukan saatnya anak-anak kami jadi percobaan seperti ini," kata salah satu orang tua bernama Ratu Yunita Ayu di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Juni.

Semua Anggota Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat sepakat dengan keluhan orang tua siswa. Anggota Komisi E DPRD DKI Basri Baco, menganggap prioritas usia dalam seleksi zonasi menimbulkan diskriminasi. Lagi pula, itu tidak sesuai dengan aturan Kemendikbud.

"Sistem zonasi memprioritaskan umur, lantas jarak tidak dipedulikan. Padahal, tujuan dari peraturan Mendikbud ini adalah mendekatkan sekolah dengan tempat tinggal anak, supaya biaya transportasi murah, dan keselamatan anak terjaga," ucap Baco.

Giliran Kepala Dinas Pendidikan DKI Nahdiana menjawab. Nahdiana mengaku, hasil kajiannya memprediksi bahwa anak yang lebih muda akan banyak yang tidak diterima di sekolah negeri. Namun, ia tak bisa mengubah aturan tersebut. Sebab, mau tidak mau, pasti akan ada calon siswa yang tersisih. 

"DKI sudah merumuskan ini dari 3 tahun lalu. Kami tidak mengubah ini karena sudah settle. Kalau anak anda masuk, diseleksi karena peminat sekolah negeri di dalam zona itu kembali lagi ke daya tampung. Kalau daya tampungnya hanya sekian persen, maka logikanya akan penuh. Dengan begitu, maka usia lah yang menjadi seleksi," jelas Nahdiana.

Keinginan orang tua tak terpenuhi

Berdasarkan kesepakatan hasil rapat, DPRD DKI tak bisa berbuat banyak untuk memenuhi keinginan para orang tua dengan meminta Pemprov DKI menghapus kriteria usia dalam sistem zonasi. Anggota Komisi E DPRD DKI Jhonny Simanjuntak menyimpulkan pihaknya memberi kesempatan bagi Pemprov DKI menjalakan kebijakan yang telah dibuat.

"Biar bagaimanapun, kami DPRD sebagai wakil rakyat sudah berusaha meyakinkan pihak eksekutif. Tapi ibu Kadis (Nahdiana, red) tadi meminta untuk diberi kesempatan. Mereka juga akan siap dievaluasi sistemnya," kata Jhonny.

Usai rapat, salah satu orang tua bernama Tita Sudirman mengaku kecewa dengan keputusan DPRD. Tapi, mau tak mau mereka harus mengikuti sistem yang dibuat oleh Dinas Pendidikan.  

"Mau enggak mau, yang zonasi kami coba sambil kami pantau hasil anak-anak yang tidak mendapatkan tahapan besok. Karena, mau Bagaimana lagi? Zonasi kita coba. Saya meminta maaf kepada seluruh orang tua siswa yang mungkin nasibnya seperti saya," tutur Tita.