Eks Pesepak Bola Wanita Afghanistan Desak Pemain Hapus Identitas Publik dan Bakar Jersey untuk Hindari Tindakan Repsesif Taliban
JAKARTA - Khalida Popal mendesak para pemain sepak bola wanita Afghanistan untuk menghapus akun media sosial, menghilangkan identitas publik dan membakar perlengkapan mereka demi keselamatan.
Tindakan itu dilakukan menyusul status Afghanistan yang kembali berada di bawah kekuasaan Taliban.
Dalam sebuah wawancara video dengan Reuters pada Rabu, 18 Agustus, mantan kapten tim sepak bola wanita Afghanistan yang berbasis di Kopenhagen itu mengatakan militan telah membunuh, memerkosa dan melempari wanita di masa lalu.
Dan para pesepak bola wanita takut dengan apa yang mungkin terjadi di masa depan.
Salah satu pendiri liga sepak bola wanita Afghanistan itu mengatakan, dia selalu menggunakan suaranya untuk mendorong wanita muda agar berdiri, berani, muncul ke permukaan. Tapi, sekarang dia memiliki pesan yang berbeda.
Baca juga:
- Cristiano Ronaldo, Konglomerat Lapangan Hijau yang Punya Bisnis Beromzet Miliaran Euro per Tahun
- Tampilkan Kartun Messi dan Taliban, Majalah Charlie Hebdo: Mereka Lebih Buruk dari yang Kita Pikirkan
- Pilih Nomor Punggung 9 Usai Abraham ke AS Roma, Lukaku: Saya Senang dan Beruntung
- Locatelli Resmi Dipinjam Juventus Seharga Rp592 Miliar, Bayarnya Dicicil 3 Kali
"Hari ini saya menelepon mereka dan memberi tahu mereka, mencatat nama mereka, menghapus identitas mereka, menghapus foto mereka untuk keselamatan mereka. Bahkan saya menyuruh mereka untuk membakar atau menyingkirkan seragam tim nasional mereka," katanya dilansir dari Channel News Asia, Kamis.
“Dan itu menyakitkan bagi saya, bagi seseorang sebagai aktivis yang berdiri dan melakukan segala kemungkinan untuk mencapai dan mendapatkan identitas itu sebagai pemain tim nasional wanita.
"Untuk mendapatkan lencana itu di dada, memiliki hak untuk bermain dan mewakili negara kami, betapa kami bangga."
Selama pemerintahan pada 1996-2001 yang diakui mereka dipandu oleh hukum Islam, Taliban melarang wanita bekerja.
Sementara itu, perempuan muda tidak diizinkan pergi ke sekolah dan mereka harus memakai burka jika bepergian ke luar rumah, dan hanya jika ditemani oleh kerabat laki-laki.
Mereka yang melanggar aturan tidak jarang mengalami penghinaan dan pemukulan di depan umum oleh polisi agama Taliban.
Taliban mengatakan, mereka akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka hukum Islam.
Adapun Popal mengungkap, sepak bola telah memungkinkan perempuan untuk mengambil sikap yang kuat untuk hak-hak mereka, dan untuk menentang mereka yang ingin mereka dibungkam.
"Mereka sangat takut. Mereka khawatir, mereka takut, tidak hanya para pemain, tetapi juga para aktivis ... mereka tidak punya siapa-siapa, mencari perlindungan, meminta bantuan jika mereka dalam bahaya," katanya terkait situasi sekarang.
“Mereka takut sewaktu-waktu pintu akan diketuk.
"Apa yang kita lihat adalah sebuah negara runtuh," tambahnya. "Semua kebanggaan, kebahagiaan berada di sana untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki di negara ini seperti disia-siakan."
Seorang juru bicara FIFA mengatakan badan sepak bola dunia prihatin dan bersimpati dengan semua yang terkena dampak situasi ini.
"Kami berhubungan dengan Federasi Sepak Bola Afghanistan, dan pemangku kepentingan lainnya, dan akan terus memantau situasi lokal dan menawarkan dukungan kami dalam beberapa minggu dan bulan mendatang," cetus FIFA.