Buat Kajian Soal Kartu Prakerja, KPK: Kami Dengar Suara Publik
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, sejak awal pihaknya tak pernah terlibat dalam penyusunan program Kartu Prakerja. Plt Juru Bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati mengatakan, pihaknya melakukan kajian terkait permasalahan dalam program Kartu Prakerja setelah mendengar keluhan masyarakat.
"Kami mendengar suara masyarakat terkait pendaftaran yang tidak memenuhi syarat, maupun mereka yang mendaftar bukan target utama program Kartu Prakerja," kata Ipi dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 23 Juni.
Selain itu, alasan lain KPK membuat kajian mengenai program Kartu Prakerja adalah karena lembaga ini telah berkomitmen untuk mengawal realokasi anggaran penanganan COVID-19 oleh pemerintah pusat dan daerah.
Diketahui, program Kartu Prakerja merupakan salah satu program bantuan dari pemerintah di tengah pandemi COVID-19 dengan anggaran mencapai Rp20 triliun untuk 5,6 juta target peserta.
Ipi menjelaskan, meski tak terlibat sejak awal soal program ini. Namun, KPK kemudian melakukan kajian terhadap program tersebut sebagai pelaksanaan tugas monitoring. Apalagi, pada 6 Mei yang lalu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan kementerian terkait telah mendatangi KPK.
Dalam kunjungan tersebut, Ipi mengatakan, Airlangga memaparkan secara rinci mengenai program ini dan membuka ruang bagi lembaga antirasuah melakukan perbaikan.
"KPK menyambut dengan semangat untuk memberikan rekomendasi perbaikan agar program ini bisa berjalan dengan baik di masa depan, tepat sasaran, dan sesuai dengan tujuannya," tegasnya sambil menjelaskan KPK telah memaparkan rekomendasinya atas program Kartu Prakerja.
Baca juga:
"Saat ini Menko Perekonomian sedang melakukan perbaikan sesuai rekomendasi KPK yang meliputi regulasi maupun tata laksana Program Kartu Prakerja," imbuhnya.
Beberapa waktu yang lalu, KPK telah memberikan tujuh poin rekomendasi kepada pemerintah terkait pelaksanaan program Kartu Prakerja. Rekomendasi ini diberikan, setelah lembaga antirasuah ini melakukan kajian dan menemukan sejumlah permasalahan.
Adapun tujuh poin rekomendasi tersebut adalah:
Pertama, KPK merekomendasikan agar peserta yang disasar tidak perlu mendaftar secara daring untuk menjadi peserta program tapi dihubungi oleh manajemen pelaksana. Alasannya, dalam kajiannya, lembaga antirasuah ini hanya menemukan sedikit pekerja terdampak pandemi COVID-19 yang mendaftarkan diri ke dalam program ini.
Kedua, KPK mengusulkan fitur face recognation atau pengenal wajah tidak digunakan tapi cukup menggunakan NIK.
Ketiga, KPK mendorong pemerintah meminta legal opinion kepada Kejaksaan Agung tentang kerjasama delapan platfotm digital dalam program Kartua Prakerja apakah masuk dalam Penyediaan Barang dan Jasa Pemerintah atau bukan.
Keempat, KPK menegaskan platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan.
Kelima, kurasi materi pelatihan dan kelayakan secara daring sebaiknya melibatkan pihak yang kompeten dalam area pelatihan dan dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.
Keenam, materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan. Hasil kajian KPK menunjukkan, dari 327 sampel pelatihan yang disediakan sebanyak 89 persen telah tersedia secara gratis di internet.
Terakhir, KPK meminta pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.