BPOM Buka Peluang Penghentian Penggunaan Hidroksiklorokuin dan Klorokuin untuk Obat COVID-19

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan, dapat mengeluarkan larangan penggunaan obat malaria hidroksiklorokuin dan klorokuin untuk pasien positif terinfeksi COVID-19. Namun, hal ini dilakukan jika hasil uji klinis menunjukkan adanya risiko yang lebih besar kepada pasien akibat penggunaan obat tersebut.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga sudah meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan penggunaan kedua obat tersebut dalam pengobatan COVID-19. Hal ini terkait keamanan dari obat malaria tersebut dalam mengobati pasien.

Direktur Registrasi Obat BPOM, Lucia Rizka Andalusia mengatakan, saat ini di Indonesia memang masih menggunakan obat tersebut untuk pasien positif COVID-19. Namun, penggunaan obat tersebut hanya diperuntukkan bagi pasien dengan kondisi kritis dan melalui pemantauan ketat oleh dokter.

Lebih lanjut, Lucia mengatakan, pemantauan ketat oleh dokter dalam penggunaannya karena obat tersebut merupakan salah satu jenis obat keras. Sehingga penggunaannya hanya untuk keadaan darurat atau melalui kebijakan emergency use authorization.

"Hingga sekarang penggunaan obat tersebut masih boleh. Nanti kalau kami sudah mengumpulkan data dan sudah terbukti harus dihentikan kami akan meninjau ulang persetujuan penggunaan obat tersebut," tuturnya, dalam diskusi virtual, Selasa, 23 Juni.

Lucia mengatakan, dengan adanya aturan emergency use authorization, setiap instansi pemerintah yang bergerak di bidang kesehatan harus melakukan riset mengani risiko-risiko penggunaan obat yang digunakan melalui uji klinis dan pemantauan keamanan dengan ketat. Termasuk, hidroksiklorokuin dan klorokuin. Meski kedua obat ini telah digunakan di beberapa negara.

Rekomendasi penggunaan, kata Lucia, sewaktu-waktu dapat diubah menjadi larangan jika hasil uji klinis ditemukan tidak adanya khasiat atau bahkan cenderung membahayakan pasien yang menggunakan obat ini.

Sementara itu, Lucia mengatakan, WHO yang sebelumnya melakukan uji klinis, telah menghentikan pengujian hidroksiklorokuin dan klorokuin untuk pasien positif COVID-19. Hal ini menjadi pertimbangan, namun yang menentukan adalah hasil uji klinis dalam negeri.

"Tentunya ini juga menjadi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, kita harus punya uji klinis sendiri terhadap obat-obatan yang digunakan," katanya.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia menggunakan obat hidroksiklorokuin dan klorokuin untuk penanganan pasien COVID-19 karena negara-negara lain menggunakannya terlebih dahulu dan telah melewati uji klinis. Negara yang menggunakan di antaranya adalah China dan Amerika Serikat.

Indonesia masih akan menggunakan klorokuin dan hidroksiklorokuin untuk pengobatan pasien COVID-19. Keputusan ini tercantum dalam surat imbauan yang disampaikan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tertanggal 28 Mei 2020. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum PDPI Agus Dwi Susanto dan Ketua Pokja Bidang Infeksi Erlina Burhan.

Sedangkan beberapa negara Eropa mulai merespons permintaan WHO untuk menghentikan sementara uji coba hidroksiklorokuin untuk pengobatan COVID-19. Jerman juga telah mengehentikan pengujian obat malaria ini pada Kamis, 28 Mei.