Kenormalan Baru di Gereja, Tak Ada Salam Damai dan Menyanyi Dalam Hati

JAKARTA - Gereja di Indonesia tengah bersiap untuk kembali melakukan peribadahan secara tatap muka di tengah pagebluk COVID-19. Ada beberapa hal yang nantinya akan berubah dalam peribadahan tersebut. Termasuk, tidak ada lagi salam damai bagi umat katolik dan umat diharap bernyanyi dalam hati.

Ketua Komisi Hubungan Antara Keyakinan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Agustinus Heri Wibowo mengatakan, gereja Katolik kini tengah memasuki tahap persiapan menjelang dibukanya kembali gereja pada Juli mendatang. Hanya saja, pembukaan gereja ini tak langsung dilakukan di seluruh gereja Katolik di Indonesia.

"Secara umum 57 persen dari 37 keuskupan yang tersebar di 34 provinsi belum mengadakan ibadah fisik dalam arti di gereja tapi masih livestreaming, masih online," kata Agustinus dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Jumat, 19 Juni.

Begitu juga dengan gereja yang berada di paroki atau lingkungan di wilayah zona hijau. Kata dia, meski ada di zona aman bebas penularan virus COVID-19, tidak semua gereja akan dibuka kembali. 

Sebab, KWI tidak ingin gereja menjadi salah satu penyebab munculnya klaster baru penularan COVID-19. "Kami hati-hati supaya kegiatan keagamaan dan tempat ibadah tidak menjadi klaster baru," tegasnya.

Agustinus kemudian menjelaskan, saat ini, gereja Katolik tengah melakukan persiapan termasuk mengedukasi umat untuk menaati protokol kesehatan, menyiapkan sarana ibadah yang aman COVID-19, dan mengatur pedoman liturgi atau peribadahan yang sesuai dengan fase kenormalan baru.

Salah satu pedoman liturgi yang diatur adalah salam damai. Dalam prosesinya, umat akan bersalaman dengan orang-orang yang duduk di sekitarnya. Hanya saja, hal ini tak akan bisa dilakukan oleh umat Katolik di tengah fase kenormalan baru ini.

"Kami membangun pedoman liturgi yang sesuai dengan tatanan hidup baru di tengah COVID-19 ini. Misalnya, lagu-lagu yang banyak dikurangi, cukup saat pembukaan, persembahan, dan penutup. Lalu salam damai yang tadinya salaman, kini cukup mengatupkan tangan," ungkapnya.

Selanjutnya, gereja Katolik juga akan mengatur prosesi pembagian komuni bagi umat. "Lalu soal terima komuni, petugasnya harus cuci tangan dan sesudah membagikannya. Kemudian umat menyambut itu tidak mengatakan 'amin' tapi dengan menundukkan kepala," jelasnya.

Ketua Umum Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Paulus Kariso Rumambi mengatakan, umat tetap bisa melakukan puji-pujian saat melaksanakan ibadah di gereja. Hanya saja, mereka sebaiknya menyanyi dalam hati.

"Kami mengimbau agar ketika memuji Tuhan tetap menggunakan masker. Bahkan kalau perlu, menyanyi di dalam hati," ungkap Paulus.

"Tapi kan ada song leadernya yang menyanyi di balkon atas, dia menyanyi dengan menggunakan faceshield, sementara umat baiknya menyanyi di dalam hati untuk menjaga keamanan di ruang ibadah," imbuhnya.

GPIB, sambung Paulus, sudah menyiapkan panduan yang sudah disosialisasikan pada bulan Juni ini. Sejumlah panduan tersebut, kata dia, berisi tata cara ibadah di rumah ibadah aman COVID-19.

Sesuai panduan, umat yang datang ke gereja akan diperiksa suhu tubuhnya. Mereka yang tidak memakai masker akan diberikan oleh gereja karena menggunakan masker adalah hal wajib. Selanjutnya, umat harus mengisi daftar kehadiran. "Ini untuk contact tracing," kata dia.

Selanjutnya, umat akan mendapatkan nomor tempat duduk dan akan diantar petugas untuk di nomor yang sudah ditentukan.

Sekretaris Umum Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Jacky Manuputty mengatakan, gereja Kristen juga telah menyiapkan sejumlah panduan peribadahan di tengah pagebluk. 

Hanya saja, mereka meminta agar gereja tetap bisa menahan diri melaksanakan pertemuan tatap muka dan tetap berkoordinasi dengan Gugus Tugas di daerah untuk melihat perkembangan kurva epidemiologi.

Kalaupun peribadahan akan dilakukan, Jacky kemudian menegaskan orang tua dan anak sebaiknya tetap beribadah di rumah.

"Orang tua dan anak kami imbau mereka tidak ikut ibadah jemaah. Tapi harus dipikirkan cara kreatif untuk melayani orang tua dan anak kalau di rumah. Dibutuhkan gagasan kreatif dan penyesuaian liturgi sebagai pola baru," kata Jacky.

Untuk anak-anak, Jacky juga mengingatkan kegiatan sekolah minggu yang diadakan oleh gereja harus dilakukan secara daring. "Anak-anak prinsipnya suka main. Karena mereka kalau kumpul lari ke sana sini, menyentuh ini itu. Ini kita hindari risiko seperti itu," pungkasnya.