Waduh, Kementerian Kesehatan Akui Lonjakan Angka Kematian COVID-19 karena Akumulasi Data
JAKARTA - Lonjakan angka kematian COVID-19 di Indonesia dalam tiga pekan terakhir dipicu akumulasi kasus yang belum terlaporkan, ungkap Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Data kematian ada akumulasi tanggal atau minggu, bahkan sebelumnya ada beberapa bulan. Kurang pas bila dijadikan indikator kondisi riil saat ini," kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi seperti mengutip Antara, Rabu 11 Agustus.
Dengan evaluasi tersebut, kata Nadia, Kemenkes kemudian memutuskan untuk mengeluarkan angka kematian kasus COVID-19 yang terakumulasi berdasarkan tanggal atau pekan sebelumnya dalam penilaian situasi pandemi.
"Tujuannya supaya tidak menimbulkan bias dalam penilaian. Sambil terus perbaikan data ini selesai dilakukan daerah," katanya.
Sementara itu dalam kurun waktu tiga pekan terakhir, Kemenkes merilis angka kematian akibat COVID-19 yang cenderung tinggi. Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki kontribusi paling besar dalam angka kematian di tingkat nasional.
Terpisah, Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan Panji Fortuna Hadisoemarto mengatakan berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, didapati bahwa pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat 'realtime' dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.
Untuk diketahui, NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan COVID-19 yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan. Berdasarkan laporan kasus COVID-19 pada Selasa (10/8), kata Panji, dari 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut, melainkan pada sepekan sebelumnya.
Baca juga:
Bahkan 10,7 persen di antaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari namun baru terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal, kata Panji.
"Kota Bekasi, contohnya, laporan kemarin (10/8) dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94 persen di antaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari bulan Juli sebanyak 57 persen dan bulan Juni dan sebelumnya sebanyak 37 persen. Lalu 6 persen sisanya merupakan rekapitulasi kematian di pekan pertama bulan Agustus," urainya dalam keterangan tertulis.
Panji menambahkan contoh lainnya adalah Kalimantan Tengah, di mana 61 persen dari 70 angka kematian yang dilaporkan adalah kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari, namun baru diperbaharui statusnya.