Pembunuh Terapis di Surabaya Mahasiswa, Sempat Ingin Bakar Mayat
JAKARTA - Polisi berhasil mengungkap pembunuh terapis Oktavia Widiyawati alias Monik (26) di Surabaya. Pelakunya adalah seorang mahasiswa semeter dua, YF yang juga pelanggan korban.
Pengungkapan kasus pembunuhan ini terbilang mudah. Sebab, tempat kejadian perkara (TKP) di rumah pelaku di Jalan Lidah Kulon 2B, Lakarsantri, Surabaya. Namun saat ditangkap, pelaku berada di Ngoro, Mojokerto, karena mencoba melarikan diri.
Wakapolrestabes Surabaya, AKBP Hartoyo mengatakan, keberadaan pelaku bisa diketahui berdasarkan keterangan keluarganya. Pada saat proses penyelidikan, pelaku berada di rumah salah satu kerabatnya.
"Setelah itu kami koordinasi dengan Polres yang ada disana. Akhirnya kami amankan pelaku di rumah bibinya," kata Hartoyo, Rabu, 17 Juni.
Setelah dilakukan penangkapan, penyidik melakukan pemeriksaan dan menetapkan pelaku sebagai tersangka. Dari keterangan, tersangka nekat menghabisi nyawa korban karena merasa kesal.
Permintaan uang tip menjadi pemicunya. Berdasarkan pengakuan pelaku, korban akan teriak jika tersangka tidak memberikan uang tip. Bahkan sempat melakukan tindak kekerasan terhadapnya.
"Korban meminta tip, memaksa sehingga pelaku kesal. Kemudian, Korban juga menyulut jari pelaku dengan korek api," kata Hartoyo.
Dengan alasan itulah, tersangka langsung membekap mulut korban. Kemudian, mengambil pisau yang ada di dalam tas dan langsung menusukan ke arah leher korban sebanyak empat kali.
Upaya hilangkan jejak
Melihat korban yang tak berdaya, tersangka langsung putar otak agar aksi pembunuhan itu tak diketahui orang lain. Salah satu cara yang terpikir mencoba membakar korban dengan menggunakan kompor.
"Tersangka ini mencoba membakar korban dengan kompor portabel. Tapi niat itu diurungakan oleh tersangka. Kita menemukan bekas luka bakar di kaki korban," kata Hartoyo.
Hingga akhirnya, tersangka memutuskan untuk menyembunyikan jasad korban di dalam kardus. Kemudian, setelah hari mulai terang tersangka langsung pergi ke rumah kerabatnya.
Namun, hal ini yang justru membuat tersangka tertangkap. Sebab, kerabat tersangka justru melaporkan keberadaannya usai mendengar semua cerita tentang pembunuhan tersebut.
Alasan hanya sekadar alasan
Beradasarkan pengakuan tersangka, motif pembunuhan ini karena rasa kesal telah mendapat perlakuan kasar dan ancaman dari korban. Tetapi, alasan itu tak akan berpengaruh pada proses hukum yang sudah bergulir.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan, alasan dari tersangka tidak bisa menjadi pemebenaran di mata hukum. Sebab, membela diri bukan dengan cara membunuh.
"Tidak bisa hal tersebut dijadikan alasan penghapus pidana atau dibenarkan untuk melakukan kejahatan," ucap Suparji.
Kendati demikian, alasan tersebut bisa digunakan ketika proses persidangan sebagai pengakuan tersangka yang mungkin menjadi hal meringankan. Tetapi, nantinya tergantung pada pandangan atau penilaian dari jaksa dan hakim apakah alasan tersebut bisa dianggap suatu yang meringankan.
"Rasa kesal hanya dapat jadi pertimbangan untuk alasan meringankan dan pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Semua tergantung dari penilaian jaksa dan hakim," pungkas Suparji.