Jaksa Kasus Novel Dianggap Tak Melihat Adanya Unsur Kesengajaan
JAKARTA - Dua terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, untuk perkara penyiraman cairan kimia terhadap Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara. Tuntutan tersebut merujuk pada pasal 353 KUHP ayat 2 tentang penganiayaan dengan perencanaan terlebih dahulu hingga menyebabkan luka berat. Hal ini pun mendapat banyak respon negatif dari berbagai kalangan karena dianggap tidak adil.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahamd menyebut, penerapan pasal tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak tepat. Berkaca pada insiden penyiraman, para terdakwa seharusnya dijerat dengan pasal yang lebih berat, yaitu pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan.
"Semestinya, (disangkakan) dengan pasal 355 KUHP. Harus dilihat perbuatan terdakwa dan dikaitkan dengan pasal yang didakwakan," ucap Suparji kepada VOI, Selasa, 16 Juni.
Tetapi, dalam persidangan Jaksa menyatakan, pasal penganiayaan berat tidak bisa digunakan. Alasannya, unsur kesengajaan tidak bisa dibuktikan di perkara penyiraman tersebut karena terdakwa tak berniat untuk merusak mata korban.
Padahal, merujuk pada tingkatan kesengajaan dalam hukum pidana, ada tiga ketegori kesengajaan, yaitu, kesengajaan dengan maksud, kesengajaan dengan kepastian, dan kesengajaan dengan kemungkinan.
Sehingga, tindakan para terdakwa masuk pada katergori kesengajaan dengan kemungkinan. Sebab dalam perencanaan menyiramkan cairan kimia ke Novel Baswedan, para pelaku sudah bisa memprediksi apa yang akan terjadi atau diakibatkan oleh cairan kimia tersebut.
"Bahwa bisa diperkirakan jika air keras itu melukai bagian tubuh bisa membahayakan," tegas Suparji.
Baca juga:
Tuntutan dianggap terlalu ringan
Selain itu, Suparji mengatakan, tuntutan yang pantas dalam kasus ini adalah hukuman maksimal 7 tahun penjara. Sebab, para terdakwa merupakan orang yang bekerja di institusi Polri dan mengerti hukum pidana. Kemudian, lantaran korban merupakan penyidik KPK dan berasal dari Polri, seharusnya penyerangan itu tak terjadi. Meski, alasan kedua terdakwa untuk memberikan pelajaran karena Novel Baswedan dianggap sebagai penghianat.
"Mengingat terdakwa orang yang tahu hukum karena aparat penegak hukum, seharusnya tidak melawan hukum," ungkap Suparji.
Terlebih, ketika dibandingkan dengan kasus penyiraman cairan kimia lainnya, tuntutan yang diberikan kepada terdakwa lebih berat. Sehingga, menjadi janggal ketika kedua terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan hanya dituntut satu tahun penjara.
"Kasus-kasus penganiayaan atau penyiraman air keras juga dituntut hukuman yang berat. Maka kasus ini seharusnya juga tuntutannya berat," pungkas Suparji.
Sebelumnya, dalam persidangan perkara penyiraman cairan kimia terhadap Novel Baswedan dengan agenda pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menutut kedua tedakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, satu tahun penjara.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," kata Jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 11 Juni.
Dalam tuntuan tersebut, tindakan terdakwa Rahmat dianggap terbukti memenuhi unsur penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk melukai Novel Baswedan. Sedangkan, Rony diniali sudah terlibat dalam tindak penganiayaan karena membantu proses penganiayaan.
Selain itu, Jaksa menyebut jika hal yang memberatkan kedua terdakwa yaitu tindakan mereka sudah mencoreng kehormatan institusi Polri.
"Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ungkap Jaksa.