Kata Pengamat, Jaksa Coba Meringankan Pasal Terdakwa Penyiraman Novel
JAKARTA - Proses persidangan kasus penyiraman cairan kimia terhadap Novel Baswedan menjadi polemik disejumlah kalangan. Sebab, tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) satu tahun penjara kepada kedua terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, dinilai sangat ringan.
Padahal, tindakan mereka berdua dianggap sejumlah kalangan masuk ke dalam penganiayaan berat karena sudah direncanakan dan menyebabkan luka serius pada salah satu mata Novel Baswedan dan memenuhi Pasal 353 KUHP ayat 2. Tapi, Jaksa menggunakan Pasal 353 KUHP Ayat (2) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dosen Hukum Pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksmana Bonaprapta menyebut, ada upaya dari jaksa untuk merendahkan hukuman kepada kedua terdakwa dengan cara seolah-olah tidak berhasil membuktikan jika adanya perencanaan dan pemberatan di balik perkara tersebut.
"Jaksa ini ingin menunjukkan dia gagal membuktikan bahwa penyiraman air keras ini dilakukan dengan rencana, atau pemberatannya ditujukan ke mata. Ini yang ingin dia tunjukan. Jadi ada upaya-upaya ingin men-downgrade pilihan pasal menjadi lebih ringan. Sehingga tuntutannya nanti bisa jadi lebih ringan," ucap Gandjar pada diskusi bertema 'Menakar Tuntutan Jaksa Dalam Kasus Novel Baswedan' melalui Youtube, Senin, 15 Juni.
Gandjar mengatakan, tindakan penganiayaan selalu terdapat unsur kesengajaan. Dalam kasus Novel, jaksa ingin menyampaikan unsur kesengajaan itu pada, 'penyiraman ke arah badan' dan bukan ke arah mata.
Untuk itu, pembuktian ada tidaknya perencanaan melukai Novel merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dilakukan juga bertujuan untuk memastikan adanya tindak pidana sesuai pasal yang disangkakan.
"Sengaja menganiaya iya, maka (yang perlu dibuktikan) timbulnya luka berat memang direncanakan sejak awal atau akibat yang muncul begitu saja atau hal lain," ungkap Gandjar.
Lebih jauh soal kesengajaan, Gandjar menyebut, para terdakwa sebenarnya sudah bisa membayangkan dampak atau luka dari cairan kimia yang digunakan. Hal ini, dibuktikan dengan adanya penyisiran atau pengintaian terhadap lingkungang sekitar Novel Baswedan. Tujuannya, agar pada saat eksekusi tidak ada orang lain yang menjadi korban.
"Dia bisa membayangkan bahwa bukan tidak mungkin kalau dia siram kena orang lain. Maka dia harus menyisir ketika nyiram Novel harus jalan sendirian jangan ada orang di sebelahnya karena ada resiko kena orang lain," pungkas Gandjar.
Baca juga:
Tuntutan Satu Tahun
Dalam persidangan perkara penyiraman cairan kimia terhadap Novel Baswedan dengan agenda pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menutut kedua tedakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, satu tahun penjara.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," kata Jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 11 Juni.
Dalam tuntuan tersebut, tindakan terdakwa Rahmat dianggap terbukti memenuhi unsur penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk melukai Novel Baswedan. Sedangkan, Rony diniali sudah terlibat dalam tindak penganiayaan karena membantu proses penganiayaan.
Selain itu, Jaksa menyebut jika hal yang memberatkan kedua terdakwa yaitu tindakan mereka sudah mencoreng kehormatan institusi Polri.
"Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ungkap Jaksa.