Sri Mulyani Tak Bisa Jelaskan Istilah PPKM Berlevel, PKS: Kalau Menteri Saja Bingung, Apalagi Rakyat!
JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta, menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengaku tidak mudah menjelaskan tentang PPKM berlevel ke masyarakat.
Menurut Sukamta, hal itu justru menunjukkan bahwa perubahan-perubahan istilah yang selama ini dilakukan oleh pemerintah terbukti membingungkan. Bahkan pejabat pemerintah sendiri dibuat kesulitan menjelaskan, apalagi rakyat.
"Mungkin hanya di Indonesia sering berganti istilah, dari PSBB, kemudian wacana New Normal, kemudian berubah PPKM, ada PPKM Mikro, PPKM Darurat dan PPKM berlevel. Pantas kalau beberapa ahli khawatir Indonesia bisa masuk dalam jebakan pandemi, karena sejak awal kebijakan pemerintah membingungkan dan tanpa arah yang jelas yang terlihat dari berganti-gantinya istilah," ujar Sukamta kepada wartawan, Rabu, 4 Agustus.
Anggota Komisi I DPR itu menduga, kebingungan pemerintah ini karena sejak awal tidak menggunakan panduan yang ada dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Di dalam UU, disebutkan dua pendekatan besar dalam pengendalian wabah, karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Ini kesannya pemerintah ubah-ubah istilah yang sekarang ini disebut PPKM berlevel karena ingin menghindari kebijakan Karantina yang diatur di UU, karena tidak mau membayar kompensasi ke warga," kata Sukamta.
Baca juga:
- Ditampar Balik Netizen Puji Prank Donasi Rp2 Triliun Akidi Tio, Denny Siregar: Pernah Bela Ratna Sarumpaet Juga kan?
- Heriyanti Anak Akidi Tio Jadi Tersangka Keonaran Hoaks Bantuan COVID-19 Rp2 Triliun, Motifnya Masih Didalami
- Polisi Amankan Anak Akidi Tio karena Kasus Hoaks Dana Hibah Rp2 Triliun
- Keluarga Akidi Tio Sumbang Uang Rp2 Triliun untuk Penanganan COVID-19 di Sumsel
"Di sisi lain pemerintah selalu bimbang antara kepentingan ekonomi dengan kesehatan, akhirnya banyak RS yang kolaps, kematian jumlahnya masih tinggi, dan ekonomi jeblok lagi," sambungnya.
Sukamta berharap pemerintah mau menggunakan UU sebagai panduan. Sebab kata dia, kepatuhan pada peraturan yang dibuat pada masa pelonggaran, pasti hasilnya akan lebih baik daripada keputusan sesaat saat kondisi buruk.
"Kita tentu tidak ingin semakin banyak rakyat yang menjadi korban pandemi. Pemerintah jangan lagi membuat istilah dan kebijakan yang membingungkan, yang bisa mengarah terjadinya jebakan pandemi," tandasnya.