Wah Ternyata Ada Tol Listrik di Flores Sepanjang 864 km

JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara telah mengoperasikan Tol Listrik Flores yang membentang sepanjang 864 kilometer sirkuit (kms) dari Labuan Bajo sampai Maumere di Nusa Tenggara Timur.

Direktur Bisnis Regional Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara PLN Syamsul Huda mengatakan infrastruktur ketenagalistrikan itu berkapasitas 225 megavolt ampere (MVA) yang diharapkan dapat menarik investasi dan mendongkrak perekonomian di Pulau Flores dan sekitarnya.

"Kami percaya listrik merupakan energi yang menggerakkan kehidupan dan berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat," kata Syamsul Huda dalam keterangan yang dikutip dari Antara di Jakarta, Sabtu 31 Juli.

Sistem kelistrikan di Pulau Flores saat ini memiliki daya mampu sebesar 104,1 megawatt (MW) dengan beban puncak untuk melayani pelanggan total sebesar 71,6 MW. Selama ini pembangkit di Flores masih terpisah dalam dua sistem, yakni Sistem Flores Bagian Barat dan Sistem Flores Bagian Timur.

Huda menjelaskan Sistem Flores Bagian Barat memiliki kapasitas total pembangkit 40,7 MW yang terdiri dari PLTMG Rangko 23 MW dan PLTD Golobilas 3,4 MW di Labuan Bajo, PLTP Ulumbu 10 MW, PLTD Faobata Bajawa 2,2 MW di Kabupaten Manggarai serta pembangkit lainnya.

Sistem Flores Bagian Timur memiliki kapasitas total 63,4 MW dengan pembangkit berupa PLTMH Ndungga 2 MW, PLTS Wewaria 1 MW, PLTD Mautapaga 3 MW, PLTU Ropa 14 MW di Ende; dan PLTS Waeblerer 1 MW, PLTD Wolomarang 3 MW, serta PLTMG Maumere 40 MW di Kabupaten Sikka.

Penggabungan kedua sistem ketenagalistrikan itu meningkatkan keandalan energi di Flores. Selain itu, penggabungan juga membuat sistem ketenagalistrikan menjadi lebih efisien dan dapat menurunkan biaya operasi sekitar 3-4 persen.

PLN menghabiskan anggaran senilai Rp1,1 triliun dalam membangun infrastruktur Tol Listrik Flores tersebut.

Saat ini, rasio elektrifikasi di Nusa Tenggara Timur mencapai 88,82 persen dan rasio desa ber-listrik telah mencapai 96,57 persen per Juni 2021. “Kendala utama yang dihadapi di lapangan selain pembebasan lahan tapak tower juga tantangan geografis pada saat proses konstruksi, seperti membawa material baik untuk pembangunan pondasi, pemasangan tower, dan proses penarikan kabel karena akses untuk mencapai lokasi masih dilakukan dengan memaksimalkan tenaga manusia dan metode yang sederhana," ungkap Huda.